BUDAPEST (Arrahmah.com) – Seorang pengungsi Suriah menggendong adiknya yang menderita Cerebral Palsy saat mereka melakukan perjalanan berbahaya dengan berjalan kaki melintasi perbatasan Macedonia, sebagaimana dilansir oleh Mirror, Jum’at (4/9/2015).
Pengungsi ini, bersama dengan ribuan pengungsi lainnya melakukan perjalanan melintasi jalur yang di sebut “Rute Balkan” yang bermula dari Turki dan melakukan trekking melalui Yunani, Makedonia, Serbia dan akhirnya tiba Hungaria di mana mereka berharap bisa menumpang kereta api menuju ke Austria dan Jerman.
Meskipun kenyataan pahit hidup di sebuah kamp pengungsi, beruntung mereka masih bisa melakukan perjalanan menuju Eropa Timur. Banyak diantara mereka yang tidak memiliki nasib demikian, dan memilih untuk bertahan di tanah berkonflik itu, dengan penuh ketakutan ditingkahi desingan peluru dan gelegar bom yang mengintai nyawa mereka setiap saat.
Gambar memilukan dari anak Suriah berusia tiga tahun Aylan Al-Kurdi yang terdampar tak bernyawa di pantai Turki memicu curahan kesedihan pekan ini.
Jenazah Aylan, bersama saudaranya Galip, (5), dan ibu Rehan, (35), kini telah dibawa kembali ke Suriah dan dimakamkan di kampung halamannya Kobani yang dilanda perang.
Walaupun para pengungsi itu bisa melarikan diri dari perang berkecamuk, tapi mereka harus menjalani hari-hari yang berat. Mereka menghabiskan malam tidur di kamp-kamp darurat di jalan-jalan Budapest saat mereka menunggu apakah kereta yang akan membawa mereka ke Austria dan Jerman sudah tiba.
Tak jarang terlihat anggota keluarga yang menggendong anak-anak mereka sambil membawa kardus untuk mencari tempat menghabiskan malam di dekat stasiun kereta api utama di Budapest.
Dalam perjalanan mencari tempat yang lebih aman, para pengungsi ini harus melewati berbagai bahaya, bersemunyi di kebun untuk menghindari penangkapan, berjalan kaki sejauh ratusan mil, ditangkap oleh polisi penjaga perbatasan, dan kadang nasibnya harus berakhir di dalam tahanan.
Tragedi tubuh mungil Aylan yang terdampar tak bernyawa menyentak perhatian dunia, walaupun kejadian serupa yang dialami oleh anak-anak yang dilanda perang sudah begitu banyak. Anak-anak tak bersalah terisak dalam gendongan ibunya, tak tahu harus berbuat apa dan masa depan seperti apa yang akan mereka alami. Di benaknya dipenuhi oleh pertanyaan, inikah dunia?
Seorang ibu yang sedang menggendong bayi mungilnya menjatuhkan diri ke rel kereta api saat polisi mencoba untuk membawa mereka ke kamp-kamp pengungsi di Hungaria.
Petugas yang membawa tongkat dan mengenakan perlengkapan anti huru-hara lengkap terlihat berupaya meraih lengan sang ibu dan menyeretnya keluar dari jalur ketea api saat ia berjuang untuk mempertahankan bayinya.
Apa yang ada dibenak bayi polos itu?
Seharusnya masa kecil mereka dihiasai oleh gelak tawa, bermain bersama teman-teman, dan menghabiskan malam dengan bermain kembang api. Tapi kembang api itu telah berubah menjadi percikan cahaya dari dentuman bom yang yang melanda targetnya. Perang telah merenggut semuanya. Perang telah menjadikan jiwa mereka ketakutan, dan tubuh mereka cacat.
Dan kisah tragis ini akan terus menemani perjalanan sejarah ummat manusia, jika keserakahan masih merajai semesta.
(ameera/arrahmah.com)