KUALA IDI (Arrahmah.com) – Sebanyak 198 pengungsi Rohingya yang berasal dari Myamar dan terdampar di perairan kuala Idi Aceh Timur, meminta pemerintah Indonesia tidak mengembalikan mereka ke negara asalnya. Mereka lebih baik mati di tangan orang muslim dari pada harus mati di negaranya sendiri.
“Di Myanmar kami tidak diberi kesempatan untuk beribadah, jika shalat berjamaah kami ditangkap dan dipenjarakan, masjid kami ditutup. Lebih baik kami mati di tangan orang muslim ketimbang mati di Myanmar,” kata Rahmat Bin Mohammad Daud (37), di Idi Rayeuk, kemarin (4/2).
Menurut Rahmat, terpaksa mereka harus meninggalkan kampung halamannya, karena pemerintah junta militer tidak memberikan kesempatan bagi warga etnis Rohingya itu untuk bekerja dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan. Rahmat sendiri terpaksa melarikan diri ke Thailand untuk menghidupi istri dan tiga anaknya.
“Semua kaum laki-laki ditangkap dan dipukuli di Myanmar sementara perempuan tidak, makanya kami harus pergi mencari pekerjaan ke Thailand, kalau pulang pasti kami dipenjarakan,” ungkap Rahmat yang anak dan istrinya kini masih tinggal di distrik Arakan Mogdow itu.
Ia menceritakan, saat pergi dari negaranya pada awal 2008, dia sempat bekerja di Thailand sebagai penjual roti keliling. Ia ditangkap oleh otoritas keamanan Thailand dan kemudian dibawa ke tengah laut, disatukan dengan warga Myanmar lainnya yang sudah lebih dahulu ditangkap. Di tengah laut mereka disiksa selama tiga bulan.
“Kami dipukuli oleh pasukan keamanan yang datang silih berganti, diberi minum seteguk air putih sekali dalam sehari, hanya diberi makan beras yang tidak dimasak, kami dipukuli sebelum kami dilepaskan ke tengah samudera,” ia mengisahkan dengan bahasa Melayu yang patah-patah.
Hingga saat ini ratusan manusia perahu asal Myanmar itu masih ditampung di Kantor Camat Idi Rayeuk. Masyarakat dan pemerintah kabupaten setempat juga telah memberikan berbagai bantuan darurat mulai dari makanan dan pakaian.
Warga juga meminjamkan sarana telpon selularnya kepada pengungsi itu untuk menghubungi keluarganya baik yang ada di Malaysia maupun di Myanmar.
Camat idi Rayeuk, Drs. Irfan Kamal, M.Si, menyebutkan, bantuan bahan makanan dari warga dan pemerintah kabupaten terus mengalir untuk pengungsi Myanmar tersebut. Bahkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah turun ke lokasi penampungan, untuk melihat kondisi mereka.
“Untuk satu minggu kedepan stok makanan dan obat-obatan masih cukup, kedepannya kita belum tahu lagi, tim verifikasi Deplu juga belum sampai kesini,” jelas dia.
Sementara korban yang menderita cidera berat akibat siksaan pihak keamanan Thailand, kini kondisinya mulai membaik. umumnya pengungsi tersebut menderita cedera di pungung dan tangannya. Ada juga yang jari telunjuknya dipotong otoritas keamanan Thailand.
“Kami telah membersihkan luka mereka, sejauh ini tidak ada pengungsi yang menderita penyakit menular atau penyakit membahayakan lainnya,” sebut kepala Rumah Sakit Idi Rayeuk, dr. Edi Gunawan. (Althaf/okz)