KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Malaysia akan memulai proyek percontohan pada 1 Maret yang memungkinan pengungsi Rohingya bekerja secara legal di negara ini, ungkap Wakil Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi pada Kamis (2/2/2017), sebagaimana dilansir Channel News Asia.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah ia memimpin pertemuan tingkat tinggi UNHCR di kantor Putrajaya, Zahid mengatakan bahwa penawaran ini terbuka hanya untuk Rohingya yang pemegang kartu UNHCR dan telah mengalami pemeriksaan kesehatan dan keamanan.
Zahid, yang juga merupakan Menteri Dalam Negeri Malaysia, mengatakan bahwa proyek ini akan membantu mengatasi masalah perdagangan manusia dan mencegah eksploitasi Rohingya sebagai pekerja paksa dan pekerja ilegal di negara tersebut.
Pemohon yang sudah menyelesaikan persyaratan akan ditempatkan di perusahaan perkebunan dan industri manufaktur yang telah dipilih.
“Mereka bisa memperoleh keterampilan dan penghasilan sebelum pindah ke negara ketiga.”
Namun, Wakil Menteri Dalam Negeri Nur Jazlan sebelumnya mengatakan kepada Channel NewsAsia bahwa proyek percontohan ini tidak disambut dengan baik.
Dalam sebuah wawancara pekan lalu saat menanggapi proyek ini, ia mengatakan bahwa hanya ada 120 Rohingya yang menunjukkan minat mereka dalam mengikuti program ini.
“Rohingya ingin tinggal di dalam komunitas mereka sendiri,” kata Nur Jazlan. “Mereka lebih memilih menjadi pengusaha dan melakukan usaha kecil di dalam masyarakat mereka. Mereka tidak ingin terikat di perkebunan.”
Pada 31 Desember 2016, ada sekitar 150.000 pemegang kartu UNHCR dari 62 negara di Malaysia. Hampir 90 persen berasal dari Myanmar. Yang tak tercatat bisa berjumlah ribuan, kata kelompok hak-hak migran Tenaganita.
Glorene Fernandez, direktur eksekutif Tenaganita, memuji langkah pemerintah untuk memulai proyek tersebut, tetapi ia mengatakan proyek itu tidak boleh terbatas hanya Rohingya.
“Kita seharusnya tidak mendiskriminasi pengungsi lainnya. Proyek ini harus dibuka untuk semuanya,” katanya.
Malaysia bukan penandatangan konvensi PBB tentang pengungsi tetapi negara itu telah menampung pengungsi selama beberapa dekade. Setelah pengungsi terdaftar di UNHCR, mereka diizinkan untuk berbaur dan hidup dengan masyarakat lokal tetapi tidak memiliki hak hukum untuk bekerja atau akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan.
(ameera/arrahmah.com)