CALAIS (Arrahman.com) – Hanya 23 mil dari laut, Alaa Ahmad menyelesaikan perjalanannya setelah sembilan bulan tinggal di kamp pengungsi di Calais, sebuah kota di Perancis.
Ahmad, seperti banyak pengungsi yang berada di kamp, terkejut oleh hasil referendum pekan lalu. Ia takut kebijakan anti-imigrasi akan diperkenalkan di kemudian hari.
“Pada awalnya saya pikir hasilnya tidak akan seperti itu, sebab itu tidak baik bagi orang-orang Inggris sendiri. Akan ada sedikit pekerjaan dan ekonomi akan melemah,” katanya sebagaimana dilansir Al Jazeera (30/6/2016).
“Setelah hasilnya seperti itu, yaitu Inggris keluar dari Uni Eropa, saya khawatir tentang masa depan. Banyak orang di sini yang berpikir tentang situasi seperti apa yang akan mereka hadapi dan ada banyak kekhawatiran tentang apakah hukum suaka akan berubah.”
Kampanye “Brexit” telah dikritik karena memicu sentimen anti-imigrasi. PBB juga telah mengutuk insiden rasial yang melonjak setelah Inggris keluar dari Uni Eropa. Salah satu survei mengatakan bahwa 80% dari mereka yang memilih agar Inggris meninggalkan Uni Eropa percaya bahwa imigrasi adalah sesuatu hal yang buruk.
Ammar, warga Suriah dari Kamp Calais, mengatakan bahwa ia cemas terhadap apa yang akan terjadi.
“Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dalam satu atau dua tahun ke depan, dan sekarang partai ekstrem kanan di Inggris semakin menguat dan itulah yang kami khawatirkan.”
Para aktivis menyebutkan jumlah pengungsi yang tinggal di kamp pengungsi di Calais lebih dari 3,000 orang, dan ribuan lainnya tinggal di kamp-kamp lain di utara Perancis. (fath/arrahmah.com)