KABUL (Arrahmah.com) – Taliban mengatakan pada Jumat (17/12/2010) bahwa pengkajian ulang perang AS di Afghanistan merupakan propaganda dirancang untuk menciptakan “harapan yang tak berdasar”. Pernyataan ini diungkapkan bersamaan dengan munculnya peringatan dari pemerintah Afghanistan, para analis, dan lembaga donor bahwa strategi AS gagal untuk mengatasi masalah-masalah kritis di negeri tersebut.
Hasil pengkajian ulang Presiden AS Barack Obama, yang dirilis pada hari Kamis (16/12), seolah-olah menunjukkan bahwa pasukan NATO sedang membuat kemajuan dalam melawan Taliban, meskipun ia tetap mengakui bahwa pasukannya masih harus selalu waspada untuk menghadapi tantangan yang cukup serius. Menurut Obama, momentum Taliban tengah berbalik sekarang. Tidak sedikit anggota Taliban yang sudah ditangkap di Afghanistan dan di beberapa wilayah, Taliban mengalami kekalahan.
Tetapi juru bicara Mujahidin Afghanistan, Zabihullah Mujahid, menyebut dokumen tersebut sebagai upaya propaganda untuk mendorong semangat pasukan salibis yang nyaris putus asa. Menurut Zabihullah, korban di pihak salibis Amerika naik dan sembilan tahun eskalasi konflik menunjukkan peningkatan jumlah pasukan yang sama sekali tidak bisa menjamin kesuksesan.
“Pengkajian ulang ini ditujukan untuk menciptakan harapan yang tak berdasar”, ia mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui surat elektronik ke berbagai media.
“Review itu berbicara tentang keberhasilan di beberapa daerah yang tak dikenal, tetapi sudah cukup jelas bagi semua orang bahwa kerugian masyarakat Amerika meningkat,” katanya. Zabihullah pun menambahkan bahwa mujahidin akan berjuang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Tahun 2010 dinyatakan sebagai tahun yang paling mematikan bagi pasukan AS. Setidaknya, seperti dilansir Reuters, terdapat 480 tentara yang tewas dalam perang, angka yang lebih tinggi dibanding 317 orang tahun lalu dan 155 orang pada 2008.
Tinjauan tersebut mengatakan Amerika Serikat berada di jalur untuk memulai penarikan pasukan secara bertahap – yang saat ini berjumlah sekitar 100.000 personil dari total keseluruhan pasukan asing 150.000 orang – dari bulan Juli 2011, setelah kampanye militer besar di jantung selatan Taliban berakhir.
Norine MacDonald, kepala kelompok riset kebijakan International Council on Security and Development (ICOS) yang berbasis di Afghanistan, mengatakan, tindak kekerasan yang terus meningkat membuat target waktu untuk mulai menarik pasukan menjadi “sebuah aspirasi politik”.
“Dokumen pendek itu sendiri mengakui bahwa apa yang kita lihat sebagai keuntungan yang dapat diperhitungkan merupakan sesuatu yang rapuh dan bisa berubah kapanpun,” katanya kepada Reuters.
Politisi Afghanistan, para analis, dan lembaga donor yang bekerja di negara itu juga memperingatkan bahwa fokus dari pengkajian ulang Washington memiliki fokus yang sangat sempit, yakni hanya mengutamakan keuntungan militer dan tidak substantif untuk menyelesaikan konflik, termasuk penanganan korupsi yang meluas dan tata kelola pemerintahan yang sangat buruk.
“Masalahnya bukan dengan taktik, masalahnya adalah dengan strategi, dengan visi holistik di negara ini dan di daerah,” kata Fawzia Kufi, seorang anggota parlemen dari provinsi Badakhshan di timur laut Afghanistan.
Sejauh ini belum ada reaksi apapun dari istana kepresidenan Afghanistan terhadap tinjauan Obama itu, walaupun seorang juru bicara mengatakan sebelum merilisnya Obama telah menelepon Karzai untuk membahas temuan-temuannya. (althaf/arrahmah.com)