Fakhri Abu Diab masih tidak bisa membayangkan jika ia harus meninggalkan tanah kelahirannya juga tanah kelahiran ayah dan nenek moyangnya di Al-Quds (tanah yang diduduki di Timur Jerusalem).
“Mereka mulai menghancurkan masa depan kami, kehidupan kami dan rumah kami,” ujar pria 47 tahun seperti yang dilansir The Toronto Star.
“Aku dilahirkan di sini. Kakek ku pun dilahirkan di sini.”
Seorang ayah Palestina dari lima anak ini telah menerima surat perintah dari otoritas Israel bahwa dirinya harus menghancurkan rumah miliknya sendiri di perumahan Silwan di Al-Quds.
Ia adalah salah seorang dari 1.500 keluarga Palestina lainnya yang mengalami hal serupa.
Israel mengklaim rumah-rumah yang dibangun di sekitar mesjid Al-Aqsa, dibangun dan mengalami perluasan tanpa surat ijin yang sah. Lalu apakah yang mereka lakukan adalah sesuatu yang sah? Yang mendapatkan ijin?
Silwan yang berbatasan dengan Al-Quds, merupakan rumah dari lebih 10.000 penduduk Palestina.
Menurut sebuah kelompok Hak Asasi Manusia, pemerintah Israel telah menghancurkan sekitar 350 rumah di kota suci tersebut sejak tahun 2004 dengan pemaksaan.
Sebuah laporan terbaru mengatakan sekitar 66,8% keluarga Arab Jerusalem hidup di bawah garis kemiskinan.
Tanah Kami, Rumah Kami
Tetap bertahan dan berhadapan dengan perintah biadab Israel, Abd Shlode berjanji akan berjuang untuk haknya yang mereka (Israel-red) curi.
“Kami tidak bisa hidup tanpa rumah kami, tanah kami,” ujarnya.
Seperti halnya ribuan penduduk Arab di Al-Quds, Abd Shlode, istrinya dan tiga anaknya tetap menempati rumah mereka di bawah ancaman Israel.
Al-Quds merupakan kota suci dimana terdapat mesjid Al-Aqsa di dalamnya.
Penduduk Palestina berharap di masa mendatang Al-Quds akan menjadi ibukota milik mereka, untuk negara yang merdeka.
“Kami hanya ingin hidup dengan martabat kami di tanah milik kami,” lanjut Shlode.
“Mereka ingin mengusir kami semua keluar dari dinding itu, Ujar Ahmed Rwaidy.
“Mereka ingin menjadikan kota ini sebagai milik Yahudi semata,” lanjutnya. (haninmazaya/IOL/arrahmah.com)