OUAGADOUGOU (Arrahmah.id) — Sejak junta Burkina Faso berkuasa pada September 2022, kepemimpinannya semakin bergantung pada Relawan Pembela Tanah Air (VDP), yang kurang terlatih dan minim senjata, untuk bertugas memerangi kelompok jihad.
Para ahli percaya bahwa strategi ini telah menyebabkan ribuan kematian warga sipil, mendorong serangan semakin massif, dan menghancurkan tatanan sosial di negara tersebut.
“Penggunaan VDP adalah pedang bermata dua,” tulis analis Crisis Group baru-baru ini, dikutip dari ADF Magazine (16/4/2024).
Meskipun para sukarelawan membantu memperluas jangkauan operasi kontra kelompok jihad angkatan bersenjata Burkinabe, mereka juga menderita banyak korban dan sering membunuhi warga sipil dengan tuduhan ekstremis, sehingga memperburuk hubungan antara warga dan relawan, menurut pengamatan Crisis Group.
“Laporan pemerasan, penghilangan paksa, penculikan, eksekusi mendadak, dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh anggota VDP terhadap warga merupakan bukti tantangan dalam mengintegrasikan unit sipil bersenjata ke dalam strategi keamanan resmi tanpa memperburuk konflik antaretnis,” analis dari Armed Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik dilaporkan pada akhir Maret.
Warga, khususnya komunitas Fulani, mengatakan kepada pihak berwenang bahwa meskipun mereka takut terhadap kelompok jihad, mereka juga takut terhadap relawan VDP yang mencurigai mereka mendukung kelompok jihad.
Relawan VDP diduga bertanggung jawab atas kematian 28 orang yang ditemukan terbunuh di komunitas Noura pada hari-hari terakhir tahun 2023. Sebulan sebelumnya, pada bulan November, pria berseragam militer membantai pria, wanita, dan anak-anak di Zaongo, karena menolak bergabung dengan VDP.
Para penyintas mengatakan kepada Associated Press bahwa VDP menyerbu komunitas tersebut dengan sepeda motor dan membunuh orang secara acak.
Organisasi masyarakat sipil Burkinabe, Collective Against Impunity and Stigmatization of Communities, melaporkan 250 pembunuhan di luar proses hukum terhadap anggota Fulani dalam tiga bulan terakhir tahun 2023, hampir tiga kali lipat jumlahnya dibandingkan empat bulan sebelumnya.
Daouda Diallo, pemimpin kolektif tersebut, menghilang pada bulan Desember 2023 dan tampaknya diwajibkan masuk militer berdasarkan keputusan yang semakin sering digunakan untuk melawan kritik terhadap junta, menurut Amnesty International.
VDP adalah warisan mantan Presiden Roch Marc Christian Kaboré, yang membentuk kelompok tersebut pada tahun 2020 untuk melawan kelompok jihad yang menyebar dari negara tetangga Mali.
Ketidakmampuan mengendalikan kelompok jihad digunakan untuk membenarkan kudeta militer pada bulan Januari dan September 2022. Setelah kudeta kedua, pemimpin de facto Burkina Faso, Kapten Ibrahim Traoré, memperluas VDP menjadi hampir 90.000 orang yang berasal dari berbagai komunitas di seluruh negeri.
Meningkatnya perekrutan VDP ditanggapi dengan kekerasan oleh kelompok jihad, khususnya Jama’at Nusrat al-Islam wal-Muslimin dan Islamic State West Africa Provience (ISWAP).
Kelompok jihad ini memblokade komunitas di seluruh Burkina Faso yang mereka curigai mendukung pemerintah. Mereka juga mencegat konvoi bantuan yang berusaha membawa bantuan. Skala blokade meningkat seiring junta meningkatkan serangannya terhadap kelompok jihad. (hanoum/arrahmah.id)