PARIS (Arrahmah.com) – Sebuah lonjakan penangkapan, penahanan rumah dan penggerebekan di rumah dan properti swasta setelah serangan Paris terjadi-termasuk Masjid dan bisnis milik Muslim-telah memicu kritik di antara organisasi-organisasi HAM bahwa keadaan darurat yang diperpanjang di Perancis bisa mengekang kebebasan sipil.
Di bawah undang-undang darurat yang diberlakukan menyusul serangan di ibukota Perancis pada 13 November lalu, pasukan keamanan tidak lagi memerlukan persetujuan pengadilan untuk penangkapan dan penggerebekan ketika menyelidiki “ancaman”.
Pertemuan publik dalam jumlah besar termasuk aksi unjuk rasa juga dilarang di bawah undang-undang darurat.
Selama tiga hari pertama setelah hukum diberlakukan, 414 rumah digeledah, 29 orang ditangkap dan 118 ditempatkan di bawah tahanan rumah, menurut siaran pers oleh Kementerian Dalam Negeri Perancis yang dirilis pada Rabu pekan lalu, lansir Al Jazeera Ahad (22/11/2015).
Perpanjangan keadaan darurat selama 3 bulan, yang biasanya hanya 12 hari setelah disetujui oleh Senat, seharusnya berakhir ketika keadaan luar biasa tidak berlaku lagi.
“Undang-undang darurat seharusnya digunakan dalam kaitannya dengan ancaman,” ujar John Dalhuisen, direktur Amnesti Internasional untuk Eropa dan Asia Tengah, mengatakan kepada Al Jazeera.
Dia menjelaskan bahwa siapapun itu (pasukan keamanan atau agen intelijen) yang memiliki daftar, kembali menahan, menginterogasi orang-orang yang masuk ke dalam daftar tersebut menyusul serangan Paris.
Amnesti Internasional dan kelompok HAM lainnya prihatin bahwa langkah-langkah tertentu akan dikodifikasikan dalam hukum represif yang melanggar hak asasi manusia, tambah Dalhuisen.
Di antara salah seorang yang ditangkap adalah pria berusia 18 tahun yang akan menghadapi pengadilan pada 10 Desember mendatang hanya karena membenarkan “terorisme” di Twitter, menurut L’Express.
Menurut artikel lain oleh stasiun radio komersial RTL, seorang pria berusia 32 tahun dijatuhi hukuman satu tahun penjara pada pekan lalu karena membenarkan “terorisme”, tuduhan yang ia bantah.
Saat penangkapan dan penggerebekan meningkat selama 10 hari terakhir, Yasser Louati, juru bicara organisasi yang melawan Islamofobia (CCIF) di Perancis, mengatakan jumlah serangan terhadap Muslim juga meningkat tajam.
Dia mengatakan bahwa antara 14 sampai 19 November, ada 26 insiden kekerasan terhadap Muslim di seluruh negeri.
Terdapat sekitar lima juta Muslim di Perancis yang berpenduduk 60 juta jiwa.
Louati mengatakan terjadi 793 penggerebekan sejak 13 November dan banyak orang yang terluka.
“Yang paling mengejutkan adalah bahwa beberapa Masjid digerebek pada malam hari oleh polisi,” ungkapnya.
“Kami mempertanyakan efesiensi dari serangan, seperti kebrutalan yang diperlukan untuk satu penangkapan.”
Di Aubervilliers, Masjid digerebek di malam hari dan polisi menghancurkan langit-langit, memecahkan pintu dan melemparkan buku-buku termasuk Al-Qur’an ke lantai. (haninmazaya/arrahmah.com)