JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengamat kontra terorisme Harits Abu Ulya sangat menyayangkan tindakan aparat Densus 88 Mabes Polri yang menembak mati Ilham Syafi’i yang dituduh sebagai kurir Santoso, pimpinan kelompok sipil bersenjata di Poso.
“Sangat disayangkan jika jatuh korban tewas lagi, apalagi yg meninggal “ilham safi’I” diduga kurir Santoso. Kalau bisa dilumpuhkan hidup-hidup tentu logikanya akan memudahkan mengendus jejak Santoso lebih jauh,tapi kenapa tidak ada prioritas tangkap hidup,” ungkap Harits kepada arrahmah.com Senin pagi.
Menurutnya hak diskresi yang melekat pada aparat kepolisian tidak diterjemahkan dalam bentuk pelumpuhan.
“Jatuhnya korban tewas saat penindakkan akan menambah daftar makin panjang terkait kasus ekstra judicial killing yang dilakukan oleh Densus88,” tambahnya.
Pada sisi lain, kata Harits, justru kasus seperti ini menjadi stimulan dendam dari pihak-pihak yang merasa terzalimi.
“Artinya jatuhnya korban tewas dan proses interogasi dengan kekerasan fisik serta mental kepada orang-orang yang statusnya baru terduga dan korban dari label “jaringan teroris” akan menjadi sebab spiral kekerasan makin menemukan momentumnya,” jelasnya.
Lebih jauh Direktur The Community Of Islamic Ideology Analyst (CIIA) ini menyatakan, harusnya Polri banyak belajar dari proses-proses penindakan sebelumnya. Kata dia, percuma langkah kontra radikalisasi atau deradikalisasi kalau Densus88 di lapangan justru melahirkan sikap radikalisme makin mengkristal.
“Di lapangan banyak kejanggalan, dari telusur CIIA didapatkan fakta-fakta yang berbeda dengan opini yang diekspos pihak polisi,” tukas Harits. (azm/arrahmah.com)