JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemerhati kontrateroris Harits Abu Ulya, mengatakan dalam kasus gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) terlihat pemerintah tidak adil dalam memberikan fokus perhatian.
“Kalau pemerintah bisa gerakkan Densus plus lebih dari seribu personel Brimob dan satuan lainnya untuk kejar jaringan Santoso Cs kenapa tidak dilakukan hal yang sama terhadap kelompok teroris separatis Papua?” ujar Harits Selasa (26/5/2015), dikutip dari Okezone.
Dia menambahkan, pemerintah harusnya lebih tegas dalam kasus tantangan terbuka teroris OPM kepada TNI dan Polri. “Sebab, OPM lebih terorganisir, dengan visi politik yang jelas dan ada unsur-unsur asing backup. Jika dibiarkan maka akan berpotensi melahirkan disintergrasi secara serius,” sambungnya.
Harits menegaskan, skala ancaman teroris OPM jauh lebih serius dibandingkan jaringan teroris Santoso di Poso. Menurutnya, TNI sangat bisa masuk untuk operasi di Papua, karena sudah masuk ranah kedaulatan.
“Kalau pemerintah serius, ya Presiden tinggal keluarkan Perpres untuk TNI agar take over sepenuhnya. Tapi sering kali kepentingan politik yang tidak jelas menjadi faktor kasus OPM terkesan diambangkan,” tutur Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu.
Sebelumnya, kelompok gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo yang bermarkas di Lany Jaya, Papua menantang perang secara terbuka terhadap TNI, Polri dan masyarakat non Papua.
Perang terbuka itu, kata Enden, untuk menyatakan ketegasan bahwa perjuangan Papua merdeka tetap menjadi harga mati. Mereka pun menolak segala bentuk dialog yang ditawarkan pemerintah. (azm/arrahmah.com)