JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengamat Ekonomi Politik Ichsanudin Noorsy, mengaku memiliki bukti berupa dokumen yang menunjukkan betapa Kementerian ESDM selama ini berpihak kepada pemodal asing.
Karena sikap Kementerian ESDM itu, bangsa Indonesia menjadi tampak rendah diri terhadap pengaruh asing sehingga menomorduakan kepentingan nasional.
“Perdebatan antara onshore dan offshore Blok Masela menggambarkan bangsa ini memang terjajah secara ekonomi,” kata Noorsy, lansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/3/2016).
Dia menyarankan pemerintah mencari win-win solution, dengan mengedepankan manfaat ekonomi dan mencari solusi yang paling minim kerugiannya bagi masyarakat Maluku.
Di samping itu, Indonesia memang tidak bisa mengabaikan kepentingan internasional karena negeri ini sudah terlanjur menjadi lahan kepentingan beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan China.
Presiden Jokowi disebutnya harus “bermain cantik” dalam pengambilan sikap politik terkait Blok Masela. Namun, sepanjang keputusan mendukung investor menimbulkan kerugian besar dalam jangka panjang, Noorsy menyarankan agar pemerintah tidak mengambil langkah tersebut.
“Kalau menimbulkan kerugian yang besar dalam jangka panjang, itu harus ditinggalkan. Namun pandangan saya, memang Kementerian ESDM itu kepentingan asingnya sangat tinggi,” tegas Noorsy.
Seperti diketahui, perdebatan tentang pembangunan kilang gas Blok Masela menjadi “bola liar” karena belum ada keputusan politik yang tegas dari Presiden Joko Widodo.
Padahal, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, sudah tegas menyampaikan hasil kajian mendalam bahwa skenario pengembangan yang paling besar memberikan manfaat bagi rakyat, terutama warga Maluku, adalah membangun kilang di darat (onshore). Rizal juga menyatakan bahwa tak lama lagi pemerintah mengumumkan keputusan itu.
Namun, isu ini menjadi polemik karena pihak Menteri ESDM, Sudirman Said, terus “ngotot” mempertahankan skenario membangun kilang di lepas pantai (offshore) mengikuti arahan dari perusahaan tambang asing, Inpex dan Shell.
(azm/arrahmah.com)