JAKARTA (Arrahmah.com) – Kebijakan yang terkait kepentingan krusial publik bisa jadi mekanismenya adalah melalui kewenangan legislatif, legislatif bersama pemerintah, atau atas inisiatif pemerintah dengan persetujuan pihak legislatif. Atau langsung oleh pemerintah melalui Kementrian dan Dirjen terkait.
Menurut pengamat dunia Islam sekaligus Pengasuh Majelis AlBayan Harits Abu Ulya, biasanya legal opinion itu menjadi bagian dari mekanisme legitimimasi sebuah konsep yang mau diputuskan dan di implementasikan. Atau ada proses pengkondisian opini menjadi komponen penting agar sebuah rencana/konsep itu harus dibahas dan diputuskan.
“Niscaya juga strategi “test the water” dengan cara melemparkan opini untuk mengukur respon publik yang kemudian dijadikan pertimbangan sebuah rencana kebijakan itu dilanjutkan atau di tunda dan atau sama sekali dibatalkan kemudian mencari opsi lain,” kata Harits
Dalam kasus wacana pengaturan doa di sekolah bagi anak didik oleh menteri Anies Baswedan, “Saya lebih merasakan bahwa betapa kaum sekuler yang memegang kebijakan di sektor pendidikan dan sektor lainya tidak ubahnya seperti rayap-rayap yang kerjanya menggerogoti bangun masyarakat muslim Indonesia,” ujar Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst ini.
Oleh karena itu, kata Harits, disinilah letak pentingnya amar makruf nahi mungkar. “Bagi para ulama’ dan intelektual Muslim yang hanif untuk tegak berdiri menjaga umat menghadapi serbuan “rayap-rayap” sekulerisme yang lapar dan hanya mencari sekerat tulang dunia yang tidak pernah mengenyangkan dengan kerja menghancurkan Islam,” pungkasnya. (azm/arrahmah.com)