JAKARTA (Arrahmah.com) – Operasi tembak mati Densus 88 terhadap enam Muslim yang dituduh polisi sebagai teroris di Jl. H. Hasan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (31/12/2013) merupakan rekayasa Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen, Umar Abduh. Menurutnya, banyak pihak berharap di era Kapolri Sutarman, proyek “antiteroris” oleh Polri bisa diakhiri. Masyarakat juga berusaha berpartisipasi agar terduga teroris bisa menyerahkan diri atau ditangkap dalam keadaan selamat.
“Dua minggu sebelum Sutarman dilantik menjadi Kapolri, sudah ada partisipasi dari pihak masyarakat yang berniat membantu menyelesaikan kelompok Oji dan Nurul Haqq agar bisa menyerah atau ditangkap dalam keadaan selamat,” ungkap Umar, seperti ditulis intelejen.co, Ahad (5/1/2014).
Akan tetapi, kata Umar, upaya partisipasi masyarakat tersebut ditolak di tingkat pengambil kebijakan, baik wilayah Polda maupun Bareskrim Mabes Polri dan Densus 88.
Dia menegaskan, bahwa Kapolri Sutarman lebih mengikuti “alur” keinginan Densus 88. Dan bahkan, bisa jadi Sutarman mengikuti perintah pihak “yang dipercaya atau disegani”.
“Cerita fiksi tentang jaringan kelompok teroris Nurul, Oji dan Hendi yang sebelumnya telah di-DPO-kan Mabes Polri, berubah jadi kelompok teror pimpinan Dayat Kacamata,” ungkap Umar.
Tak hanya itu, Umar juga menyoal kewenangan Kepala Divisi Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar. “Untuk menjelaskan semua hal yang terkait dengan cerita fiksi teroris kelompok kakak beradik Oji dan Nurul Haqq, ditunjuk Boy Rafli, bukan Kadivhumasnya,” tegas Umar.
Dia mengatakan, Boy Rafli telah memunculkan cerita dan mengagendakan bahwa “teroris” akan terus ada. “Boy Rafli ngawur, asal celometan. Nama ‘Batalion Abu Bakar’ itu ada dan terjadi pada tahun 2001 bukan 2011. Kompi atau Batalion Abu Bakar sebagai sebutan bagi mantan Mujahidin Mindanau yang memiliki personil sekitar 3000 orang di bawah pimpinan Yoyok. Yoyok saat ini sudah dekat dengan Kepala BNPT Ansyaad Mbai. Sebuah kedekatan yang belum jelas. Ternyata Polri lebih ngawur dari Ansyaad Mbai,” tegas Umar.
Lebih jauh Umar menyatakan Polri telah menjalankan prinsip “bunuh dulu semua biar nyusun skenarionya bebas hambatan”, mumpung awak media massa tidak ada yang kritis nalarnya.
“Keterlaluan! Sudah dinyatakan sebelumnya keenam terduga teroris merupakan penghuni rumah kontrakan yang baru dua bulan dikontrak. Rumah itupun sudah dikepung dan dipagar betis. Dan dinyatakan semua terbunuh, karena tak mau menyerah. Kok bisa-bisanya Polri menyatakan teroris Ciputat diduga lari ke Priangan. Emang berapa orang jumlah anggota pengikut Nurul Haqq, Dayat, Oji, Hendi?” pungkas Umar. (azm/arrahmah.com)