JAKARTA (Arrahmah.com) – Cina sedang berada dalam ambisi untuk memperoleh pengaruh ekonomi dan politik di seluruh dunia. Hal itu dilakukan dengan cara mengguyurkan miliaran dolar pinjaman lunak kepada negara-negara berkembang.
Uang ini digunakan untuk membangun proyek infrastruktur besar yang sangat dibutuhkan.
Tetapi apa yang terjadi ketika negara-negara miskin ini tidak dapat membayar utangnya kepada Cina?
Para ahli memperingatkan bahwa Cina menggunakan pinjaman sebagai bentuk jebakan, yang memungkinkan Cina untuk mendapatkan pengaruh dan kekuatan di seluruh dunia.
Polanya seperti digambarkan berikut ini.
Diplomasi Jebakan Utang
Negara-negara miskin dan berkembang terpikat oleh tawaran pinjaman murah dari Cina demi membangun proyek-proyek infrastruktur.
Kemudian, ketika negara bersangkutan tak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, Beijing akan menuntut konsesi atau ganti-rugi lainnya sebagai bentuk penghapusan utang. Proses ini dikenal sebagai diplomasi jebakan utang.
Proyek Pelabuhan Hambantota di Srilanka merupakan contoh nyata yang bisa menjadi peringatan bagi negara mana saja yang bermaksud menerima pinjaman tanpa syarat dari Cina.
Tahun lalu, Srilanka dilanda aksi protes ketika dipaksa menyerahkan pengelolaan pelabuhannya ke Cina – dalam bentuk sewa 99 tahun. Penyerahan itu terpaksa dilakukan demi menghapus utang Srilanka sekitar 1 miliar dolar AS ke Beijing.
Kini Cina mengendalikan pelabuhan utama, tepat di ambang pintu saingannya, India. Pelabuhan itu juga sangat strategis di jalur komersial dan militer.
Kasus Negara-negara Pasifik
Australia dinilai agak lamban menanggapi meluasnya pengaruh Cina di kawasan Pasifik.
Pinjaman dan bantuan Cina di sana telah meningkat menjadi 1,8 miliar dolar dalam waktu satu dekade. Sejumlah negara kini sudah sangat bergantung pada utang dari Beijing.
Cina malah menjanjikan untuk mengucurkan 5,8 miliar dolar AS di seluruh kawasan Pasifik.
Di Papua Nugini misalnya, Beijing menjanjikan kucuran pinjaman tanpa syarat sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur jalan dari Port Moresby ke kawasan pedalaman.
Fiji kini berutang setengah miliar dolar ke Cina. Sementara Tonga terjerat utang lebih dari 160 juta dolar, yaitu sepertiga dari PDB negara itu.
Cina telah memaksa Tonga untuk mengakui gagal membayar utangnya. Perdana Menteri Tonga yang sebelumnya menyerukan negara-negara Pasifik bersatu melawan Cina, akhirnya menarik pernyataannya tanpa alasan yang jelas.
Awal tahun ini, laporan bahwa Cina akan membangun pangkalan militer di Vanuatu memicu kepanikan di Australia.
Perdana Menteri Scott Morrison telah mengumumkan pembentukan bank infrastruktur untuk proyek-proyek di kawasan Pasifik.
Presiden Xi Jinping yang kini berkunjung ke Port Moresby untuk menghadiri KTT APEC, dijadwalkan mengadakan pertemuan khusus dengan pemimpin negara Pasifik.
Presiden Xi diperkirakan akan menawarkan lebih banyak pinjaman lunak kepada mereka.
Proyek One Belt One Road (OBOR) Cina
Isu utama masalah investasi Cina adalah kebijakan ekonomi utama Xi, yaitu proyek One Belt One Road.
Ini adalah proyek triliun dolar yang bertujuan menghubungkan negara-negara di seluruh benua untuk perdagangan, dengan China sebagai pusatnya.
Beijing menyebut proyek ini sebagai sama-sama menguntungkan bagi ambisi perdagangan global dan negara-negara berkembang yang kekurangan infrastruktur.
Namun kenyataannya, banyak negara-negara miskin yang rentan terlilit hutang Cina.
Pada tahun 2011, Tajikistan dilaporkan menyerahkan tanah di perbatasannya yang disengketakan dengan Cina untuk membayar sebagian dari hutangnya.
Cina meminjamkan Montenegro lebih dari satu miliar dolar untuk membangun jalan raya utama yang menghubungkan Port of Bar-nya dengan Serbia yang terkurung daratan, dengan konstruksi yang dipimpin oleh sebuah perusahaan Cina.
Namun, karena masalah mata uang dan masalah dengan cetak biru, biaya akan membengkak dan proyek tersebut hanya selesai sebagian.
Sekarang tingkat utang di negara Eropa yang sedang tumbuh mencapai 80 persen dari PDB, dan Montenegro menghadapi kemungkina apakah akan meninggalkan proyek tersebut atau bernegosiasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dari Cina yang menyebabkan negara itu lebih jauh masuk ke dalam pengaruh Cina
Di Afrika, Cina membiayai proyek-proyek besar di seluruh benua, dan tingkat investasi Cina semakin cepat.
Pada bulan September, Presiden Xi menjanjikan pinjaman 82 miliar dolar kepada negara-negara Afrika selama tiga tahun. Jumlah yang sama telah dikucurkan pada tahun 2015 lalu.
Investasi Cina di Zambia misalnya sangat menonjol. Pembangunan sekolah, rumah sakit dan konstruksi memiliki simbol-simbol Cina, termasuk jaringan jalan raya baru.
Namun utang dari Cina di Zambia kini mencapai sepertiga dari total utang negara yang berjumlah 13 miliar dolar.
Kesepakatan Utang Membuat Negara-negara Ketakutan
Saat ini banyak negara menikmati jaringan jalan raya dan bandara baru. Namun mungkin itu hanya masalah waktu sampai mereka akhirnya terjebak utang.
Meningkatnya ketergantungan pada investasi Cina di seluruh dunia meningkatkan kekhawatiran tentang dinamika geopolitik di abad ke-21.
Sejumlah negara, dipicu oleh kasus Srilanka tahun lalu, mulai melepaskan diri dari ketergantungan mereka pada pinjaman Cina.
Nepal dan Pakistan misalnya telah membatalkan proyek-proyek infrastruktur pada tahun 2017.
Tapi bukan hanya negara berkembang yang berhutang kepada Cina. Beijing kini tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke AS, yaitu sebesar 1,1 triliun dolar AS dalam bentuk obligasi pemerintah.
Namun patut dicatat, di tengah kekhawatiran meningkatnya pengaruh Cina, hanya ada satu pangkalan militer mereka di luar negeri. Yaitu, di sebuah negara kecil bernama Djibouti di Afrika Timur.
Bandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 800 pangkalan militer di 70 negara. Artinya, Cina bukanlah satu-satunya negara di dunia yang memproyeksikan kekuatannya ke negara lain.
Seberapa besar ambisi Presiden Xi dalam hal itu masih belum jelas. Namun tak diragukan lagi dia jelas menghendaki Cina memimpin apa yang dijuluki sebagai Abad Asia.
Sumber: abc.net.au
(ameera/arrahmah.com)