JAKARTA (Arrahmah.com) – Aksi mahasiswa dan masyarakat dalam menolak keputusan pemerintah menaikkan harga BBM telah menelan korban. Pada tayangan Video amatir: M. Arif, pejuang menolak kenaikan BBM tidak tertabrak tapi ditembak oleh polisi, menunjukkan korban tewas bukan terjatuh seperti disebut polisi. Namun ada lubang pada bagian belakang kepala Muhammad Arif. Apakah luka menganga itu terjangan peluru aparat?
Menurut Harits Abu Ulya Direktur CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst), sikap aparat yang represif dalam menghadapi aksi penentang keputusan Jokowi ini menunjukkan aparat bukan lagi pengayom rakyat dan pelayan rakyat, “Tapi cenderung menjadi alat kekuasaan dan kepentingan kemudian berhadapan dengan rakyat kecil secara represif,” tegasnya kepada arrahmah,com, Selasa (2/12/2014).
Menurutnya hal itu tentu sangat memprihatinkan saat negara dikelola dengan pendekatan ego kekuasaan.
Harits juga menyoroti sikap polisi Pekanbaru yang menginjak-injak lantai dan karpet Mushola dengan sepatu lars-nya. “Tindakan overacting dan melampui etika bergama yang ditampilkan polisi di lapangan menurut saya adalah cerminan kwalitas aparat yang tidak profesional dan rendah etiketnya,” ucapnya.
Kata dia, tindakan liar seperti itu bisa jadi juga atas restu komandan yang dilapangan. Bahkan, tambah Harits, karena tekanan berlebihan dari para petingginya yang takut dicopot jabatannya kalau tidak bisa membungkam demo kenaikan BBM.
“Bahkan bisa jadi sebaliknya para petinggi ingin cari muka untuk kepentingan opurtunisnya,” tukasnya. (azm/arrahmah.com)