Mantan pilot pesawat kargo militer Suriah mengungkapkan misi-misi rahasianya untuk rezim Bashar al-Assad yang memintanya membawa uang dalam jumlah besar dan senjata-senjata ke Suriah. Pilot yang hanya mau disebut Nazim ini berbicara kepada Nigel Wilson, wartawan harian Sunday Telegraph dari sebuah kota perbatasan di Yordania, tempatnya kini tinggal bersama keluarganya sejak September lalu.
Nazim, 50, menuturkan, ia atau rekan pilotnya setiap bulan menerbangkan pesawat kargo dua sampai tiga kali untuk mengambil tumpukan uang kertas dari Rusia, termasuk sejumlah besar uang euro dan dolar yang dibutuhkan rezim Bashar Al-Assad.
Ia juga menuturkan, sedikitnya ia 20 kali terbang ke Teheran, Iran. Dua misi di antaranya, ia terbang sendiri untuk mengambil senjata-senjata dan peledak dari Iran yang dipakai rezim Assad untuk menghadapi revolusi rakyat yang dimulai dua tahun lalu.
Pengakuan Nazim merupakan yang pertama kali dibuat, oleh orang yang terlibat langsung dalam misi rahasia rezim Assad, sejak pecahnya revolusi rakyat Suriah.
Nazim memutuskan keluar dari Suriah dan berhenti mendukung rezim Assad setelah ia dan rekan pilotnya ditangkap lalu dipenjara selama 60 hari. Rezim Assad menuduh mereka terlibat dalam sebuah kecelakaan pesawat. Keluar dari Suriah, Nazim dan keluarganya diberikan kontrakan gratis oleh seorang warga Yordania yang bersimpati kepada mereka.
18 Tahun Terbangkan Ilyushin
Mereka disewakan tempat tinggal di sebuah blok yang juga ditinggali 26 keluarga pengungsi Suriah. Saat masih bergabung dengan militer Suriah, ia banyak melakukan perjalanan udara. Pertama kali ia menjadi pilot helikopter dan selama 18 tahun menerbangkan pesawat tempur buatan Rusia, Ilyushin Il-76. Pesawat ini didesain untuk membawa kargo sampai 40 ton.
“Saya pernah ke Moskow, Afrika Utara, India dan Inggris. Saya membawa berbagai macam kargo, bantuan kemanusiaan, obat-obatan dan kadang senjata. Tapi yang sekarang tidak baik karena senjata-senjata yang dibawa dipakai untuk melawan rakyat sipil,” ujarnya.
April tahun lalu, untuk pertama kalinya Nazim melakukan penerbangan ke Rusia untuk mengambil uang tunai. Dalam perjalanan itu, ia melewati rute Iraq, Iran, Azerbaijan hingga sampai ke bandara Vnokova Moskow.
“Yang saya bawa dari sana adalah uang kertas seberat 30 ton,” ungkapnya. Beberapa dari mata uang yang dibawanya itu berasal dari Perm (kota di Rusia tempat mata uang Rusia dicetak).
“Ketika kami mendarat di Damaskus, mobil keamanan dari Bank Suriah sudah menunggu di bandara untuk mengambil uang dan membawa langsung ke bank,” imbuhnya. ‘Penerbangan khusus’ ini biasanya dilakukan tiga kali sebulan. Dan isinya selalu sama: uang Suriah, euro, dan dolar Amerika. Agustus tahun lalu, imbuhnya, ada 15 kali penerbangan untuk keperluan ini.
Pada bulan Januari dan Pebruari 2013 kemarin, Nazim melakukan dua kali perjalanan udara ke Teheran. Setiap perjalanan, ia ditemani duta besar Iran untuk Suriah. Saat tiba di ibukota Iran, kata Nazim, pesawat itu diarahkan ke sebuah hanggar dimana para krunya diminta keluar sehingga kargo bisa dimuat secara rahasia.
Meski Nazim tidak melihat apa yang ditaruh di pesawat, ia sering diminta untuk menghindari area-area turbulensi selama penerbangan kembali ke Damaskus karena kargo seberat 40 ton yang dibawanya tidak bisa terkena guncangan. “Ini adalah cara memberitahu bahwa ada bahan peledak di dalam pesawat. Memang ada bahan-bahan peledak. Kita tidak membutuhkan yang lain dari Iran. Kalau Anda lihat langsung, Anda tidak akan menemukan rudal apa pun. Bentuknya berupa bagian-bagian yang bisa dipakai untuk membuat senjata di Suriah,” ujarnya.
20 Kali ke Teheran
Setelah empat sampai lima jam di sana, ia dan krunya terbang kembali ke Damaskus.
“Ada 20 kali penerbangan ke Teheran pada April 2011 sampai Juli 2012,” kata Nazim yang juga mengatakan, mereka mendapat izin khusus dari Kementerian Luar Negeri Iraq untuk melintasi wilayah udara Iraq.
“Mungkin tanpa sepengetahuan Amerika,” imbuhnya.
Kepada Sunday Telegraph, Nazim menunjukkan kartu identitas angkatan udara Suriah. Pesawat yang diterbangkannya dimiliki dan dioperasikan oleh Angkatan Udara Suriah. Namun, tuturnya, ketika mengudara mereka berpura-pura menjadi penerbangan sipil dan menjadi bagian dari maskapai sipil nasional, Syrian Air. Para pilot, teknisi penerbangan dan navigatornya adalah staf militer. Namun mereka sengaja dibuatkan kartu identitas Syrian Air. Kartu ini selalu mereka pakai setiap penerbangan internasional.
Nazim yang Muslim Sunni juga menceritakan bagaimana ia dan staf lainnya disekap di sebuah sel kecil setelah ada kecelakaan pesawat kargo yang menewaskan pilotnya. Pilot ini merupakan anggota sekte ‘Alawiyah (cabang dari syiah) yang merupakan suku asal keluarga Assad.
“Ada 12 orang yang ditahan. Dan saya ditahan selama 60 hari. Saat itu ada beberapa warga sipil dan pasukan artileri. Semuanya pegawai pemerintah,” terang Nazim. Ia diinterogasi tentang kecelakaan pesawat itu hampir tiap hari sampai pertengahan September 2012 lalu.
Nazim kemudian memutuskan untuk meninggalkan Suriah setelah dibebaskan.
“Karena ketika saya tiba di rumah, ternyata rumah saya dibakar. Saya tanya apa yang terjadi pada tetangga. Dan katanya ada tiga kendaraan datang ke rumah saya lalu membobol pintu. Mereka lalu naik ke atas dan mengambil seragam saya, tas hitam dan suvenir-suvenir dari perjalanan luar negeri,” paparnya.
Rumahnya Dibakar
Mereka, sambung Nazim, kemudian melemparkan bubuk putih fosfor di lantai dan rumahnya pun terbakar.
“Saya adalah anggota militer yang bekerja untuk pemerintah tapi mereka membakar rumah saya. Saya yakin saya akan ditangkap lagi beberapa hari setelah dibebaskan, akhirnya saya putuskan untuk meninggalkan Suriah.”
Nazim pun akhirnya bisa berkumpul kembali dengan istri serta puteri-puterinya yang sudah lebih dulu dipindahkan ke wilayah yang aman di Suriah. Dalam perjalanan keluar Suriah, Nazim dan keluarganya melewati empat hari perjalanan yang berbahaya menuju perbatasan. Ia harus melewati wilayah yang dikuasai oleh Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army:FSA).
Di Dael, sebuah kota di Utara Deraa, seorang penembak jitu pemerintah menembak kendaraan yang dinaikinya. Sebuah peluru mengenai tangan puteranya juga puterinya yang berusia sembilan tahun yang sedang dipangkunya. Setelah diobati seadanya di rumah sakit terdekat, Nazim memberitahu pihak dokter, puterinya akan tetap ia bawa meskipun dalam keadaan meninggal. Nazim dan keluarganya melanjutkan perjalanan delapan jam ke perbatasan Yordania.
Mereka tiba di tujuan dengan keadaan sangat kelelahan dan puterinya harus segera dioperasi.
“Ia berada di rumah sakit selama 15 hari. Limpanya harus diangkat tapi sekarang ia sudah baik-baik saja,” ujar Nazim sambil menunjukkan bekas luka di perut puterinya, termasuk dua lingkaran kecil bekas terkena tembakan.
Sambil memandang lama ke sebuah jendela besar di rumah yang kini ditinggalinya bersama keluarganya, Nazim memikirkan tanah airnya dan masih sedih dengan kehidupan yang ditinggalkannya di Suriah. Meskipun ia akui sekarang kondisinya sudah berubah.
“Kebanyakan teman saya orang Kristen. Banyak juga orang ‘Alawiyah dan Muslim seperti saya,” tuturnya.
Gara-gara Hafez Al-Assad
“Masalah di Suriah bermula 40 tahun lalu ketika Hafez Assad (ayah Bashar) hanya mempedulikan keluarganya, tidak rakyatnya. Internet telah mengubah banyak hal bagi rakyat Suriah. Sekarang ini ada generasi yang berbeda. Rakyat Suriah kini berpendidikan. Dan kami hanya menginginkan kebebasan. Bukan kebebasan seperti di Barat, hanya kebebasan kecil saja,” urai Nazim.
Ia merasa sakit hati dengan sikap militer terhadap perlawanan rakyat yang terjadi.
“Militer adalah milik saya. Itu adalah militer rakyat, tapi sekarang mereka berbalik melawan rakyat,” ujarnya.
Nazim berharap tidak selamanya menetap di Yordania. Ia ingin kembali bekerja sebagai penerbang, pekerjaan yang dicintainya.
“Setiap hari saya melihat langit. Saya melihat angkatan udara dan saya merasa ingin melakukan sesuatu untuk rakyat Suriah, untuk negara saya. Tidak hanya negara saya, tetapi juga untuk dunia,” tandasnya.*
(Hidayatullah.com/arrahmah.com)