BRUSSEL (Arrahmah.com) – Pengadilan tertinggi kedua Uni Eropa pada Rabu (17/12/2014) membatalkan keputusan untuk tetap memasukkan Hamas dalam daftar organisasi “teroris”, namun, pembekuan dana Hamas akan tetap berlaku selama tiga bulan menunggu hasil banding Uni Eropa.
Pengadilan Umum Uni Eropa mengatakan keputusan untuk memasukkan Hamas dalam daftar organisasi “teroris” tidak didasarkan kepada penyelidikan terhadap gerakan Hamas akan tetapi berdasarkan informasi yang berasal dari media dan internet.
Meski demikian, aset-aset Hamas untuk sementara waktu akan tetap dibekukan setidaknya selama tiga bulan sambil menunggu kemungkinan munculnya banding dari Uni Eropa.
Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza sejak 2007 itu selama ini telah mengajukan langkah hukum untuk mencabut nama mereka dari daftar hitam Uni Eropa.
Keputusan pengadilan ini muncul beberapa jam sebelum parlemen Uni Eropa dijadwalkan melakukan pemungutan suara terkait pengakuan terhadap negara Palestina, setelah sejumlah negara anggota Uni Eropa secara resmi mengakui eksistensi Palestina, sebuah tindakan yang memicu kemarahan “Israel”.
Sementara itu, kelompok Hamas menyambut baik keputusan pengadilan Uni Eropa dan menggambarkan keputusan pengadilan tersebut sebagai sebuah kemenangan.
“Ini adalah kemenangan bagi rakyat Palestina dan kemenangan untuk hak-hak rakyat kami,” kata juru bicara Hamas Fawzi Bahrum.
“Dimasukkannya Hamas dalam daftar organisasi teroris merupakan sebuah kesalahan besar yang tidak adil bagi rakyat Palestina,” kata Abu Zuhri kepada Anadolu Agency.
“Hamas adalah gerakan perlawanan Palestina dan aktivitasnya terbatas untuk melawan pendudukan “Israel”, yang merupakan hak yang diatur dalam semua hukum internasional,” tambahnya.
Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu pada rabu (17/12) mendesak Uni Eropa untuk tetap memasukkan Hamas kedalam daftar “teroris”.
“Kami mengharapkan mereka untuk segera memasukkan kembali Hamas dalam daftar,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
Hamas telah dimasukkan ke daftar kelompok teroris oleh Uni Eropa pada tahun 2003 setelah mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan terhadap sasaran-sasaran “Israel” selama Intifadah Palestina kedua, pemberontakan rakyat yang meletus pada tahun 2000 dalam rangka melawan dekade panjang pendudukan “Israel”. Ribuan warga Palestina tewas selama intifadhah yang terjadi antara tahun 2000 dan 2005.
(ameera/arrahmah.com)