ANKARA (Arrahmah.id) – Pengadilan Turki memutuskan untuk menahan Wali Kota Istanbul, Ekrem İmamoğlu, hingga ia menjalani sidang atas tuduhan korupsi dan terorisme. Keputusan ini memicu gelombang protes besar di berbagai kota, dengan ribuan orang turun ke jalan mengecam penahanan pemimpin oposisi utama di negara itu.
İmamoğlu, bersama sejumlah terdakwa lainnya, dikawal ketat menuju Pengadilan Çağlayan di Istanbul untuk memberikan kesaksian. Proses pemeriksaan berlangsung hingga larut malam di tengah pengamanan ketat oleh kepolisian.
Partai Rakyat Republik (CHP), partai oposisi yang menaungi İmamoğlu, mengecam tindakan ini sebagai “kudeta politik”. Media Turki melaporkan bahwa beberapa orang dekat İmamoğlu, termasuk penasihatnya, juga turut ditahan.
Wali Kota Istanbul itu ditangkap pada Rabu lalu dengan tuduhan korupsi serta memberikan dukungan kepada kelompok teroris. Ia membantah semua tuduhan, menyebutnya sebagai “rekayasa dan fitnah yang tidak masuk akal”.
Ribuan demonstran berkumpul di depan Balai Kota Istanbul dan gedung pengadilan utama pada Sabtu, meski aparat kepolisian telah dikerahkan dalam jumlah besar untuk mengendalikan situasi. Bentrokan pun terjadi, dengan polisi menembakkan gas air mata dan semprotan merica ke arah massa, sementara para demonstran membalas dengan petasan dan benda-benda lainnya.
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya, mengumumkan bahwa sebanyak 343 orang telah ditahan akibat aksi protes yang terjadi di berbagai kota, termasuk di Istanbul, Ankara, Izmir, dan Antalya. Ia memperingatkan bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi “upaya menciptakan kekacauan dan provokasi”.
Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan tunduk pada “teror jalanan”.
Keputusan untuk menahan İmamoğlu juga menuai kecaman internasional. Prancis, Jerman, serta sejumlah wali kota dari kota-kota besar di Eropa mengutuk tindakan tersebut.
Dampak Politik dan Ekonomi
Menurut analis politik Ali Asmer dari New Turkey Center, kasus ini berpotensi mengubah dinamika politik Turki, terutama dalam peta kekuatan oposisi. Jika pemerintah menunjuk wali kota sementara untuk menggantikan İmamoğlu, situasi mungkin tetap terkendali meski tetap memicu ketegangan politik.
Namun, jika pemerintah memutuskan untuk menunjuk “wali kota sementara” yang loyal kepada mereka, hal ini bisa memicu gelombang protes lebih luas yang berpotensi berdampak pada stabilitas ekonomi, termasuk nilai tukar lira Turki yang sudah mengalami tekanan akibat inflasi tinggi.
Dari perspektif politik, penahanan İmamoğlu juga bisa memecah belah oposisi. Beberapa faksi dalam koalisi oposisi mulai mempertanyakan siapa yang akan menjadi calon utama dalam pemilu mendatang, terutama setelah kelompok politik Kurdi menyatakan keberatan terhadap kemungkinan pencalonan Mansur Yavaş, Wali Kota Ankara, karena latar belakang nasionalisnya.
İmamoğlu, yang memenangkan kursi Wali Kota Istanbul pada 2019 dengan mengalahkan kandidat dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), telah lama menjadi rival utama Erdoğan. Penangkapannya terjadi hanya beberapa hari sebelum Partai CHP dijadwalkan mengumumkan pencalonannya untuk pemilu 2028.
Meskipun ditahan, Partai CHP tetap melanjutkan pemilihan internal untuk menentukan calon presiden mereka. Pemungutan suara dimulai pagi ini pukul 08.00 waktu setempat, di mana semua warga, termasuk mereka yang bukan anggota partai, diundang untuk berpartisipasi.
(Samirmusa/arrahmah.id)