LAHORE (Arrahmah.id) – Pengadilan tinggi Pakistan telah memerintahkan polisi untuk menunda operasi penangkapan Imran Khan hingga Jumat (17/3/2023), meredakan lonjakan kekerasan yang membuat para pendukung mantan perdana menteri ini terlibat pertempuran sengit dengan pasukan keamanan.
Ajudan Khan, Fawad Chaudhry, pada Kamis (16/3) mengatakan bahwa Pengadilan Tinggi Lahore memperpanjang perintah untuk menghentikan operasi polisi untuk satu hari lagi. Menteri Informasi Negara Amir Mir mengonfirmasi perintah pengadilan tersebut.
Pengadilan juga memerintahkan partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) pimpinan Khan untuk tidak mengadakan rapat umum pemilihan umum di Lahore pada Ahad, saat pertandingan final turnamen kriket Pakistan Super League (PSL) Twenty20 yang sedang berlangsung di kota tersebut.
Pada Selasa dan Rabu, puluhan pendukung Khan, bersenjatakan pentungan dan ketapel, membarikade rumahnya untuk mencegah pasukan keamanan menangkapnya karena tidak hadir di pengadilan atas kasus di mana ia dituduh menjual hadiah negara yang diberikan kepadanya secara ilegal ketika ia masih menjabat sebagai perdana menteri. Khan menyangkal tuduhan tersebut.
Upaya penangkapan Khan yang diperintahkan oleh pengadilan, yang dimulai pada Selasa, memicu bentrokan antara para pendukungnya dan pasukan keamanan di lingkungan Lahore, yang meningkatkan kekhawatiran tentang stabilitas politik di Pakistan yang bersenjata nuklir yang sedang menghadapi krisis ekonomi.
Kekerasan, di mana para pengunjuk rasa membakar kendaraan polisi, sebuah truk meriam air dan sejumlah mobil dan sepeda motor serta melemparkan bom bensin ke arah pasukan keamanan yang menembakkan gas air mata dan peluru karet, mereda setelah pengadilan tinggi menghentikan operasi polisi pada Rabu (15/3), lansir Al Jazeera.
Pengadilan yang lebih rendah di Islamabad telah mengeluarkan surat perintah terhadap mantan pemain kriket internasional Khan karena menentang perintah untuk hadir di pengadilan atas tuduhan bahwa ia secara tidak sah menjual hadiah negara yang diberikan kepadanya oleh para pejabat asing ketika ia menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 2018 hingga 2022. Khan menyangkal tuduhan tersebut.
Komisi Pemilihan Umum Pakistan telah menyatakan Khan bersalah dan melarangnya untuk memegang jabatan publik selama satu masa jabatan parlemen.
Proses hukum terhadap Khan dimulai setelah ia dicopot dari jabatannya dalam pemungutan suara di parlemen awal tahun lalu. Sejak saat itu, ia telah menuntut pemilihan cepat dan mengadakan demonstrasi protes di seluruh negeri, dan tertembak dan terluka dalam salah satu demonstrasi tersebut.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif saat ini telah menolak tuntutan Khan, dan mengatakan bahwa pemilu akan diselenggarakan sesuai jadwal akhir tahun ini. (haninmazaya/arrahmah.id)