ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Mahkamah Agung Pakistan, Selasa (29/1/2019), telah mendukung pembebasan seorang wanita Kristen yang dijerat karena melakukan penistaan agama Islam, berdasarkan putusan sebelumnya yang memicu protes selama berhari-hari, ancaman pembunuhan, dan kekacauan nasional.
Pengadilan tinggi negara itu menolak petisi peninjauan terhadap Aasia Bibi, yang telah menghabiskan delapan tahun di penjara dan divonis hukuman mati sebelum dibebaskan Oktober lalu.
Panel yang terdiri dari tiga hakim menyatakan argumen pengacara yang bertindak atas nama pemohon tidak memuaskan para hakim.
“Karena pantas, petisi ini ditolak,” kata Hakim Agung Asif Saeed Khosa di pengadilan.
Berdasarkan putusan ini, Bibi dibolehkan untuk meninggalkan negara itu. Laporan media Pakistan yang belum dikonfirmasi mengatakan bahwa kedua putrinya telah berangkat ke Kanada, tempat mereka mendapatkan suaka.
Bibi saat ini ada di sebuah lokasi rahasia di Pakistan di bawah perlindungan ketat.
“Saya benar-benar berterima kasih kepada semua orang. Sekarang setelah sembilan tahun dipastikan bahwa saya bebas dan saya akan memeluk anak perempuan saya,” ujar Bibi, dikutip kawannya yang menyatakan kepada Associated Press, dengan syarat anonimitas karena khawatir akan keselamatannya sendiri.
Pengacaranya, Saiful Malook, yang kembali ke Islamabad setelah melarikan diri dari negara itu di tengah ancaman kematian, menyebut keputusan itu sebagai kemenangan bagi konstitusi dan aturan hukum Pakistan.
Beberapa jam sebelum Mahkamah Agung mengumumkan keputusannya, Shafeeq Ameeni, ketua gerakan Tehreek-e Labbaik, yang memimpin protes tahun lalu, mengeluarkan peringatan baru ke pengadilan untuk tidak mendukung Bibi, dengan menyebutnya sebagai “penghujat”.
Ameeni tidak segera bisa dihubungi untuk dimintai komentar setelah putusan itu.
TLP meminta anggotanya untuk siap beraksi dalam pesan yang dikirim ke wartawan sebelum putusan.
Meski sebagian besar pemimpinnya tetap dalam tahanan setelah tindakan keras pemerintah, hal itu tidak mencegah mereka yang muncul di persidangan menyerukan tindakan tegas terhadap Bibi.
“Dia layak dibunuh berdasarkan syariah,” kata Hafiz Ehtisham Ahmed, seorang aktivis yang terkait dengan Masjid Merah di Islamabad, kepada kantor berita AFP.
“Jika dia pergi ke luar negeri, bukankah Muslim tinggal di sana? Jika dia keluar dari Pakistan … ada yang bisa membunuhnya di sana,” lanjutnya geram.
Kasus Bibi menjadi berita utama di seluruh dunia tahun lalu dan kelompok hak asasi Amnesti Internasional mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar dia diizinkan untuk “bersatu kembali dengan keluarganya dan mencari keselamatan di negara pilihannya.”
“Pihak berwenang juga harus menentang dan menyelidiki segala upaya untuk mengintimidasi Mahkamah Agung. Mereka memiliki tugas untuk melindungi dari ancaman kekerasan yang melukai para penganut agama minoritas atau kehidupan para hakim atau pejabat pemerintah lainnya,” kata juru kampanye Asia Selatan Amnesti, Rimmel Mohydin.
Perempuan berusia 54 tahun itu ditangkap pada tahun 2009 setelah dituduh melakukan penistaan setelah pertengkaran dengan dua pekerjanya yang Muslim yang menolak minum dari wadah air yang digunakan oleh seorang Kristen di sebuah desa di provinsi Punjab timur.
Namun Bibi selalu membantah melakukan penistaan. (Althaf/arrahmah.com)