KAIRO (Arrahmah.id) — Pengadilan Mesir telah menjatuhkan hukuman mati kepada 10 anggota kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) karena mengoordinasikan dan merencanakan serangan terhadap polisi, lapor kantor berita negara MENA (30/1/2022).
Identitas para terdakwa tidak diungkapkan dan tidak mungkin untuk menentukan bagaimana mereka mengajukan tuntutan.
“Sembilan orang ditahan, sementara satu orang dijatuhi hukuman in absentia, kata sumber pengadilan,” seperti dilaporkan AFP (30/1).
Putusan itu sekarang akan dirujuk ke Mufti Agung, otoritas teologis tertinggi Mesir – formalitas dalam kasus hukuman mati – sebelum pengadilan bertemu pada 19 Juni untuk mengkonfirmasi hukuman.
“Sepuluh orang yang dijatuhi hukuman mati telah membentuk sebuah kelompok yang disebut “Brigade Helwan,” sebut laporan MENA, mengacu pada sebuah kota di selatan Kairo.
Mereka adalah bagian dari plot yang lebih luas untuk menyerang sasaran polisi di daerah Kairo dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah, tambah laporan tersebut.
Hukuman mati bagi narapidana sipil di Mesir, negara berpenduduk terbesar di dunia Arab, dilakukan dengan cara digantung.
Menurut Amnesty International, Mesir melakukan jumlah eksekusi tertinggi ketiga yang diketahui di dunia tahun lalu, setelah Cina dan Iran.
Penjatuhan hukuman mati di Kairo, atau hukuman penjara yang lama setelah persidangan massal, telah menuai kecaman dari PBB dan kelompok hak asasi termasuk Amnesty.
Pada hari Jumat, pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa mereka akan membatalkan bantuan militer senilai USD130 juta ke Mesir karena masalah hak asasi manusia. Keputusan ini diteken hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat menyetujui penjualan senjata senilai USD2,5 miliar ke negara itu.
Seperti dilaporkan Al Jazeera, Mesir telah melakukan salah satu tindakan keras terbesar dalam sejarah modernnya terhadap IM setelah penggulingan Presiden Mohamed Morsi oleh tentara, presiden pertama yang dipilih secara bebas di negara itu, pada tahun 2013 setelah protes massal terhadap pemerintahannya.
Morsi meninggal dalam tahanan pada Juni 2019 setelah jatuh sakit selama sidang pengadilan.
Pemerintah Mesir menganggap IM sebagai organisasi “teroris”. Kelompok itu telah lama mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk perubahan damai.
Didirikan pada tahun 1928 di Mesir, IM telah memantapkan dirinya sebagai gerakan oposisi utama di Mesir, meskipun mengalami penindasan selama beberapa dekade, dan telah mengilhami gerakan spin-off dan partai politik di seluruh dunia Muslim. Tapi itu tetap dilarang di beberapa negara, termasuk Mesir karena diduga terkait dengan aktivitas bersenjata. (hanoum/arrahmah.id)