JAKARTA (Arrahmah.id) – Sebuah pengadilan di Indonesia telah memerintahkan dua perusahaan yang mendistribusikan sirup obat batuk beracun yang menewaskan lebih dari 200 anak untuk membayar kompensasi kepada setiap keluarga yang anaknya meninggal atau terluka setelah mengonsumsi obat tersebut.
Kedua perusahaan tersebut, Afi Farma dan CV Samudera Chemical, harus membayar sebanyak 60 juta rupiah kepada para keluarga korban. Sekitar 120 anak selamat dari keracunan yang menyebabkan penyakit ginjal akut, beberapa di antaranya mengalami cacat.
Kecurigaan pertama kali muncul tentang sirup obat batuk pada 2022 setelah anak-anak mulai sakit parah setelah meminum apa yang dikira orang tua mereka sebagai obat flu sehari-hari. Ketika beberapa di antara mereka meninggal, pemerintah memerintahkan penarikan obat berbasis sirup dari peredaran dan mencabut izin lebih dari 1.000 produk tersebut, lansir Al Jazeera (23/8/2024).
Sekitar 25 keluarga kemudian mengajukan gugatan perdata terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan delapan perusahaan farmasi.
Dalam sebuah putusan yang dikeluarkan pada Kamis (22/8), Pengadilan Jakarta Pusat memutuskan bahwa Afi Farma, produsen obat, dan CV Samudera, pemasoknya, bersalah. Putusan ini membebaskan Kementerian Kesehatan dan BPOM dari segala kesalahan.
Pengadilan memerintahkan kedua perusahaan tersebut untuk membayar ganti rugi kepada orang tua yang mengajukan gugatan sebesar 50 juta rupiah untuk anak-anak yang meninggal dan 60 juta rupiah untuk anak-anak yang terluka.
Orang tua korban meminta 3,4 miliar rupiah untuk setiap kematian, dan 2,2 miliar rupiah untuk korban yang selamat.
Dokumen pengadilan, yang diposting di situs webnya, tidak menyertakan alasan untuk keputusan tersebut.
Tahun lalu, pengadilan pidana memutuskan bahwa Afi Farma yang berbasis di Jawa Timur bersalah atas kelalaiannya dan memenjarakan para pejabatnya karena tidak melakukan uji coba terhadap bahan-bahan yang dikirim oleh pemasoknya.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa sirup-sirup tersebut mengandung etilen glikol (EG), bahan kimia yang biasa digunakan dalam produk-produk seperti minyak rem dan antibeku. Sebuah dokumen pengadilan dari kasus tersebut mengatakan bahwa konsentrasi EG dalam sirup mencapai 99 persen. Standar internasional mengatakan hanya 0,1 persen EG yang aman untuk dikonsumsi.
Afi Farma telah berulang kali membantah melakukan kelalaian.
Pada 2022, anak-anak juga meninggal akibat penyakit ginjal di Gambia dan Uzbekistan setelah mengonsumsi sirup obat batuk dan pilek yang terkontaminasi. (haninmazaya/arrahmah.id)