LONDON (Arrahmah.com) — Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan bahwa Rusia bertanggung jawab atas pembunuhan Alexander Litvinenko, seorang mualaf, di Inggris pada tahun 2006.
Litvinenko (43), yang dikenal sebagai kritikus terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, dikatakan telah menjadi seorang muslim beberapa saat sebelum kematiannya.
Dia sempat berpesan kepada ayahnya agar dia dikuburkan sebagaimana diatur dalam Islam.
“Dia memberi tahu saya tentang keputusannya dua hari sebelum dia meninggal. Dia berkata, ‘Papa, saya harus berbicara dengan Anda tentang sesuatu yang serius. Saya telah menjadi seorang Muslim,'” kata Walter Litvinenko, ayahnya.
Litvinenko melarikan diri dari Rusia ke Inggris selama enam tahun.
Dia pun meninggal setelah minum teh hijau yang dicampur dengan isotop radioaktif langka dan sangat kuat di Millennium Hotel London.
Dilansir Reuters (21/9/2021), pengadilan menemukan bahwa mantan pengawal KGB Andrei Lugovoy dan seorang Rusia lainnya, Dmitry Kovtun, bertindak sebagai agen negara Rusia bertanggung jawab dalam pembunuhan Litvinenko pada tahun 2006.
Pengadilan menyatakan bahwa kedua pelaku menggunakan Polonium 210 untuk membunuh Litvinenko.
Mereka menambahkan, pembunuhan itu mungkin diarahkan oleh Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB), lembaga intelejen seperti KGB di era Soviet.
Penyelidikan Inggris pun menyimpulkan pada tahun 2016 bahwa Putin mungkin menyetujui operasi intelijen Rusia untuk membunuh Litvinenko.
“Pengadilan menemukan secara khusus bahwa ada kasus prima facie yang kuat bahwa, dalam meracuni Tuan Litvinenko, Tuan Lugovoi dan Tuan Kovtun telah bertindak sebagai agen Negara Rusia,” kata pengadilan Eropa.
Pengadilan menambahkan bahwa operasi pembunuhan ini jelas direncanakan dan kompleks sebab melibatkan pengadaan racun mematikan yang langka, pengaturan perjalanan, dan upaya berulang untuk memberikan racun.
Namun hasil pengadilan HAM ini segera dibantah oleh Moskow. Mereka mengatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Litvinenko. (hanoum/arrahmah.com)