JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengacara terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual JIS Virgiawan Amin, Patra M. Zen mengutuk keras atas disidangkannya kasus ini, karena menurutnya kasus ini terkesan seperti direkayasa. Bagaimana tidak, katanya kepada para wartawan Senin (1/12/2014), sampai persidangan yang ke-18, belum ada bukti kuat bahwa kliennya melakukan kekerasan seksual terhadap murid TK JIS yang berinisial MAK.
“Kekerasan seksual, sodomi, terhadap anak adalah hal yang biadab. Tapi lebih kejam lagi kalau kita menghukum orang yang tak bersalah,” kata Patra M. Zen, seusai menghadiri sidang tertutup kasus JIS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Dengan sidang ke-18 ini, makin menguatkan bahwa tidak ada kekerasan seksual dilakukan oleh Awan (Virgiawan Amin) dan kawan-kawan,” tambahnya tegas.
Patra juga menjelaskan, lima petugas kebersihan yang alih daya di JIS itu diseret ke meja hijau lantaran pengakuan mereka atas tindakan asusila terhadap murid TK Jakarta Internasional School yang berinisial MAK.
Namun, lanjut Patra, pengakuan tersebut sebenarnya tidak sah. Karena saat berada dalam proses penyelidikan, mereka menandatangani Berita Acara Perkara (BAP) atas dasar paksaan pihak kepolisian. Para terdakwa mendapat perlakuan tindak kekerasan dan penganiayaan dari pihak kepolisian. Hal ini sudah terungkap dalam persidangan sebelumnya.
“Salah satu terdakwa saat diwawancarai di salah satu televisi, dalam keadaan yang mengenaskan wajahnya. Oleh karena itu, secara terpaksa mereka menandatangani BAP dan kasus ini dilanjutkan sampai ke persidangan.”
Berdasarkkan keterangan saksi ahli baik yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum maupun pihak terdakwa, setelah memeriksa hasil visum yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan ternama, yaitu Klinik SOS Medika, RS Cipto Mangunkusumo, RS Pondok Indah, dan RS Polri Bhayangkari, menyatakan bahwa hasil visum tersebut tidak membuktikan adanya tindakan kekerasan seksual alias sodomi.
“Hasil visum tidak membuktikan adanya DNA pelaku yang mengarah kepada para terkdakwa,” kata Patra sambil memperlihatkan sebuah foto MAK, korban pelecehan seksual, yang diambil oleh seorang guru JIS pada tanggal 19 Maret, dua hari setelah kejadian pelecehan seksual tersebut. Dalam foto tersebut tampak MAK sedang bermain perosotan dengan ceria.
Satu buah foto lagi tampak MAK sedang berenang. Foto yang satu ini diambil pada tanggal 18 Maret. Padahal Ibu MAK dalam tuduhannya mengatakan bahwa MAK tidak mau memakai celana, dan tidak mau basah. Sementara foto itu menunjukkan MAK sedang berenang.
“Jika memang benar MAK mengalami tindakan kekerasan seksual, dia mungkin tidak akan bisa bermain perosotan, juga tidak akan mau berenang, bahkan mungkin dia tidak akan mau pergi ke sekolah,” kata Patra.
Karena itu, kata Patra lagi, dakwaan atas Awan seharusnya dibatalkan demi hukum. “Dakwaan dibuat secara tidak cermat, karena itu harus batal demi hukum,” ujarnya.(azm/*/arrahmah.com)