JAKARTA (Arrahmah.com) – Aziz Yanuar, kuasa hukum dari enam keluarga laskar FPI yang dibunuh polisi, mengatakan bahwa keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus penembakan atau unlawful killing laskar FPI membuktikan bahwa para korban tidak melakukan perlawanan apapun pada polisi.
Sidang lanjutan tersebut digelar d Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (26/10/2021).
Salah satu saksi mengaku mendengar salah satu korban berteriak meminta agar polisi tidak melakukan tindakan apapun pada temannya.
“Jika itu benar maka itu membuktikan, memang mereka ditembaki dan posisi lemah karena tidak memiliki alat apapun untuk melawan. Jelas itu membantah telak kebohongan perlawanan dari para syuhada,” kata Aziz Yanuar, Rabu (27/10/2021), lansir Republika.co.id.
Aziz melanjutkan, pada saat peristiwa pembututan terjadi, seluruh rombongan yang mengawal Habib Rizieq tidak mengetahui bahwa yang mengikuti mereka adalah polisi. Mereka menduga itu dilakukan oleh penjahat yang sengaja membuntuti perjalanan mereka.
“Posisi saat itu hingga esok siang semua tidak ada yang tahu kalau yang melakukan penguntitan, penembakan dan lain-lain itu aparat,” kata Aziz.
“Karena tidak ada satupun identitas aparat kepolisian ada di lokasi, bahkan police line tidak ada, artinya jika para syuhada membawa senjata maka pasti sudah digunakan dan akan terdengar jelas di voice WA komunikasi yang beredar,” lanjutnya.
Menurut Aziz, pernyataannya ini juga membantah bahwa laskar FPI tersebut membawa senjata selama melakukan pengawalan terhadap Habib Rizieq. Karena mereka memang dilarang membawa senjata apapun.
Mengenai pernyataan saksi Enggar Jati Nugroho yang merupakan anggota Brimob Polda Jawa Barat bahwa terdapat beberapa senjata yang disita polisi dari dalam mobil eks anggota FPI tersebut, Aziz mengatakan bahwa masyarakat bisa menilai sendiri.
“Jika kesaksian dari polisi, biar netizen dan rakyat yang komentar. Sudah mudah ditanggapi itu,” ujar Aziz.
Aziz mengungkapkan, masih banyak hal-hal lain yang harus dipertanyakan saat peristiwa terjadi. Seperti bagaimana perlakuan aparat waktu itu pada para saksi yang melihat dan memvideokan peristiwa yang terjadi KM 50 Tol Jakarta Cikampek, atau adakah police line di lokasi sebagaimana prosedur penanganan TKP di peristiwa pidana.
“Kenapa lokasi TKP harus dihancurkan? kejadian pukul dini hari sebelum pukul 03.00, kenapa baru diumumkan siang hari? jeda waktu lama sekali untuk apa itu?” tanya Aziz.
Diketahui, pada sidang lanjutan tersebut, saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ratih binti Harun, penjaga warung di rest area KM 50 Tol Jakarta – Cikampek, dalam kesaksiannya menjelaskan, saat diperintahkan tiarap, salah seorang laskar Front Pembela Islam (FPI) sempat berteriak sangat kencang dan memohon agar tidak mencelakai temannya.
“Satu orang teriak. Dia bilang ‘Jangan diapa-apain teman saya’,” kata Ratih saat bersaksi kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10).
“Berapa kali teriak?” tanya Jaksa.
“Beberapa kali teriak-teriak terus. Yang agak gemukan,” timpal Ratih.
Ratih mengungkapkan, empat orang yang kemudian diketahui sebagai laskar FPI sempat diperintahkan untuk keluar dari mobil dan disuruh tiarap oleh seseorang yang membawa senjata api.
Ratih sedang menjaga warung saat insiden itu terjadi pada dinihari. Ia tiba-tiba mendengar ada suara mobil melakukan pengereman secara mendadak di rest area. Setelahnya, ia melihat beberapa mobil itu berhenti di rest area tersebut.
Sejurus kemudian, Ia melihat seseorang keluar dari sebuah mobil yang berhenti dengan menenteng senjata api. Meski demikian, ia mengaku lupa orang tersebut keluar dari mobil yang mana.
“Saya lihat satu orang bawa pistol celana pendek. Lalu dia mengetuk pintu suruh keluar di mobil yang satu lagi yang berwarna abu-abu. “Keluar lu keluar”. Yang keluar 4 orang. Satu-satu keluar. Langsung suruh tiarap di belakang mobil,” kata Ratih.
Mobil berwarna abu-abu tersebut diketahui berjenis Chevrolet Spin yang dikendarai oleh enam Laskar FPI dalam insiden tersebut.
Setelah empat orang dikeluarkan dan disuruh tiarap, Ratih menjelaskan dua orang lain yang berada di dalam mobil abu-abu turut dikeluarkan. Namun, dua orang itu sudah dalam kondisi lemah.
“Yang dua orang lagi enggak bisa jalan itu. Orang kelima [dikeluarkan dari mobil] itu masih ditiarapkan. Yang orang keenam dimasukin langsung ke dalam mobil [lain], kondisinya lemas” kata Ratih, seperti dilansir CNN Indonesia.
(ameera/arrahmah.com)