Giovani di Stefano, Pengacara Mantan Presiden Iraq, Saddam Hussein, asal Italia mengungkap keterlibatan Barat membantu Saddam Hossein dalam serangannya terhadap Iran.
Sebagaimana dikutip Radio Iran, IRIB, pengacara itu menyatakan,”Tanggal 20 Desember 1983, Mantan Menteri Pertahanan AS, Donald Rumsfeld melawat ke Iraq untuk memberikan jaminan bank. Dalam pertemuannya dengan Saddam, Rumsfeld mengajukan jaminan bank sebesar 5,3 Milyar USD yang menurut rencana 1, 5 Milyar USD akan digunakan untuk membeli bahan-bahan kimia.”
Pengacara asal Italia ini juga menambahkan bahwa AS memberikan jaminan dana kepada Iraq selama lima tahun untuk perang Iraq-Iran.
Dia juga mengungkap bahwa negara-negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Italia, Belanda dan Perancis terlibat membantu AS dalam memberikan jaminan dana kepada Iraq. Pengacara ini juga menandaskan, Inggris mengaku senang dengan perang Iraq-Iran, karena perang ini menyebabkan harga minyak Brent Laut Utara naik.
Sebelum ini, tahun 2004, Kenneth Pollack menuangkan hal itu dalam buku berjudul The Threatening Storm di mana mengungkap perang Iraq-Iran di tahun 1980-an. Dikatakan, AS membuka pintu belakang kepada Iraq untuk mendongkel Iran dengan mengirimkan intelijen AS dan bantuan dana ratusan juta dollar AS..
Dikatakan, hal itu masih ditambah dengan penggunaan senjata Perancis dan teknologi ganda Jerman yang dikatakan memungkinkan terciptanya senjata kimia dan biologi Iraq. Donald Rumsfeld, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) AS, dipercaya sebagai penasihat Reagan khusus untuk Timur Tengah saat itu. Ia mengemban misi khusus membuat jalur pintu belakang dengan Presiden Iraq Saddam Hussein, yang akhirnya digulingkan oleh Amerika.
Rumsfeld mengadakan kunjungan rahasia menemui Saddam Hussein, Desember 1983. Motivasi AS membantu Iraq waktu itu sangat besar. Setidaknya, AS waktu itu sedang tersandung kasus Kedutaan AS di Teheran sebagai tawanan tahun 1980. Selain itu, barak dan pangkalan marinir AS di Beirut mendapat serangan bom cukup besar awal tahun 1983. Kenyataan itu menunjukkan, AS lebih menginginkan Iraq dibanding Iran. [cha, berbagai sumber/hid.com]