JAKARTA (Arrahmah.com) – Penentuan awal Ramadhan diprediksi akan terjadi perbedaan di antara ormas Islam. Muhammadiyah telah memutuskan tanggal 1 Ramadhan 1435 H jatuh pada tanggal 28 Juni 2014. Keputusan Muhammadiyah ini diambil setelah melakukan hisab dengan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Demikian dikatakan Ketua Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid Prof. Dr Yunahar Ilyas di PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2014).
Prof. Dr Yunahar menambahkan, pada tanggal 27 Juni pukul 15.10 WIB telah terpenuhi tiga (3) kriteria hisab hakiki wujudul hilal.
Tiga kriteria tersebut antara lain sudah terjadi ijtima’, yaitu konjungsi antara bulan dan matahari. Kemudian, ijtima’ tersebut harus terjadi sebelum maghrib tiba. Dan saat matahari terbenam bulan masih berada di atas ufuk atau horizon, berapapun derajatnya.
“Sebelum terbenam di Yogya, hilal (bulan) berada di atas ufuk sebesar 0 derajat 48 menit. Artinya sudah wujud,” katanya.
Sementara Wahdah Islamiyah (WI) menyatakan akan mengikuti keputusan sidang itsbat.
Hal ini disampaikan ketua Dewan Syari’ah WI DR. Rahmat Abdul Rahman, Lc, MA, Senin (16/6/2014).
Dikutip dari Islampos.com, “Hasil kajian Dewan Syari’ah memutuskan bahwa ibadah yang sifatnya jama’i menjadi wewenang pemerintah untuk mengaturnya. Dalam hal ini, terkait dengan penetapan awal Ramadhan WI mengikuti keputusan sidang isbat,” urainya.
Menurut Rahmat, Sidang itsbat bukan untuk menyatukan metodelogi penetapan awal bulan Ramadhan. Tapi sebatas upaya menyatukan pandangan dan pendapat para ulama untuk diputuskan.
“Terlepas dari metodologi yang digunakan, kita mengikuti keputusan sidang itsbat,” imbuhnya.
Diberitakan NU Online hari ini, utusan dari dua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) yakni Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Bojonegoro Jumat (27/6) ini akan melakukan rukyat atau pemantauan hilal untuk menentukan awal Ramadhan 1435 H di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro.
Hal ini diakui Kepala Seksi Bimas Islam Kementian Agama (Kemenag) Bojonegoro, Moh. Maghfuri.
“Tim ahli hisab Bojonegoro tiga orang dan Ngawi dua orang,” ujarnya kepada, Kamis (26/6).
Rukyat tersebut diikuti pula perwakilan dari Majlis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan pemerintah kabupaten.
Dijelaskan, rombongan akan menuju Desa Wonocolo sekitar pukul 14.00 WIB. Setibanya di lokasi, tim akan menata peralatan, termasuk kompas dan GPS.
Kegiatan tersebut dilakukan 30 menit menjelang maghrib. “Kalau besok (hari ini, red) terlihat maka Sabtu awal Ramadhan, namun jika tidak nampak, awal Ramadhan hari Minggu,” pungkas Maghfuri.
Sementara pemerintah melalui Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, bahwa menentukan awal Bulan Qamariyah, terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah yang dilakukan melalui Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 1962 lalu.
“Sejak 1962, atas nama Pemerintah, Kemenag melakukan Sidang Itsbat (penetapan) awal bulan, di mana hasil hisab dan rukyat hilal, dikaji bersama, baik oleh Kemenag, ormas Islam, perguruan tinggi, dan lain sebagainya, untuk memberi pertimbangan kepada Menag sebelum Menag mengambil keputusan,” kata Menag Lukman Hakin Saifuddin saat membuka “Saresehan Mencari Titik Temu Awal Ramadhan 1435 H” yang diselenggarakan Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ditjen Bimas Islam, di Millenium Hotel, Jakarta, Rabu (25/6) malam.
Pemerintah, kata Menag, berkewajiban menetapkan satu Ramadhan dan satu Syawal karena negara bertanggung jawab terhadap mayoritas umat Islam yang membutuhkan kepastian hukum dalam menjalankan ibadah puasa.
Sementara itu, ru’yatul hilal dengan pantauan teknogi gadget aplikasi apps stelarium iphone nampak
Tinggi Hilal tanggal 27 Juni 2014 pukul.17.45 adalah 0 derajat 37′
Azimut Hilal +288 derajat
Posisi Matahari tanggal 27 Juni 2014 pukul.17.45 pada 0 derajat 0′
Azimut Matahari +293 derajat
[12:41, 6/26/2014]: Potensi kuat dr prediksi perhitungan mulai puasa hari Ahad.
Sunnah Nabi memulai shoum Ramadhan
Kaum Muslimin seyogyanya berpegangan dengan metode rukyatul hilal (melihat bulan baru). Hal ini dipilih karena mendasari pada dalil-dalil shohih mengenai hal tersebut.
a. Dari shahabat Ibnu ‘Umar Radhiallahuanhu :
أن رسول الله – – ذكر رمضان فقال : « لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له »
Bahwa Rasulullah menyebutkan bulan Ramadhan, maka beliau berkata : “Janganlah kalian bershaum hingga kalian melihat al-hilâl, dan janganlah kalian ber’idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalangi (oleh mendung, debu, atau yang lainnya) maka tentukan/perkirakanlah untuknya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh : Al-Bukhari 1906; Muslim 1080; An-Nasâ’i no. 2121; Demikian juga Mâlik dalam Al-Muwaththa’ no. 557; Ahmad (II/63)
« الشهر تسع وعشرون، فلا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين »
“Satu bulan itu dua puluh sembilan hari. Maka janganlah kalian memulai ibadah shaum sampai kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah kalian ber’idul fitri sampai kalian melihatnya. Jika terhalang atas kalian maka sempurnakanlah bilangan (bulan menjadi) tiga puluh (hari).“
Diriwayatkan oleh Al-Imâm Al-Bukhâri 1907; Asy-Syâfi’i dalam Musnad-nya no. 435 (I/446). Dalam riwayat lain dengan lafazh :
« فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن أغمي عليكم فاقدروا له ثلالين »
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl dan ber’idulfitrilah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl. Jika (Al-Hilâl) terhalangi atas kalian, maka tentukanlah untuk (bulan tersebut menjadi) tiga puluh.”
Diriwayatkan oleh Al-Imâm Muslim 1080. Diriwayatkan pula oleh Abû Dâwûd no. 2320 Dalam riwayat Ad-Daraquthni dengan lafazh :
« لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ »
“Janganlah kalian memulai ibadah shaum sampai kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah kalian ber’idul fitri sampai kalian melihat Al-Hilâl. Jika terhalang atas kalian maka bershaumlah kalian selama tiga puluh (hari).”
Al-Imâm Al-Baihaqi v meriwayatkan dalam Sunan-nya (IV/205) no. 7720 bersabdarmelalui jalur Nâfi dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah
« إن الله تبارك وتعالى جعل الأهلة مواقيت، فإذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غم عليكم فاقدروا له أتموه ثلاثين »
“Sesungguhnya Allah Tabâraka wa Ta’âlâ menjadikan hilâl-hilâl sebagai tanda-tanda waktu. Maka jika kalian melihatnya mulailah kalian bershaum, dan jika kalian melihatnya ber’idulfitrilah kalian. Namun jika terhalang atas kalian, maka perkirakanlah dengan menggenapkannya menjadi tiga puluh hari.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahîh-nya (III/201) no. 1906. Demikian juga diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzâq dalam Mushannaf-nya no. 7306 dengan lafazh :
إن الله جعل الأهلة مواقيت للناس، فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فعدوا له ثلاثين يوما
“Sesungguhnya Allah menjadikan hilâl-hilâl sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia. Maka mulailah ibadah shaum kalian berdasarkan ru’yatul hilâl, dan ber’idulfitrilah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl. Jika hilâl terhalangi atas kalian, maka hitunglah (bulan tersebut) menjadi tiga puluh hari.”
Hadits ini dishahihkan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad Nâshiruddîn Al-Albâni dalam Shahîh Al-Jâmi’ish Shaghîr no. 3093, lihat pula Tarâju’ât Al-‘Allâmah Al-Albâni fit Tash-hih no. 49. b. dari bersabda :e bahwa Rasulullah tshahabat Abû Hurairah
« إذا رأيتم الهلال فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غم عليكم فصوموا ثلاثين يوماً »
“Jika kalian telah melihat Al-Hilâl maka bershaumlah kalian, dan jika kalian telah melihat Al-Hilâl maka ber’idul fitrilah kalian. Namun jika (Al-Hilâl) terhalang atas kalian, maka bershaumlah kalian selama 30 hari.”
Diriwayatkan oleh Muslim v 1081 An-Nasâ’i no. 2119; Ibnu Mâjah no. 1655; dan Ahmad (II/263, 281). Dalam riwayat lain dengan lafazh :
« صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم الشهر فعدوا ثلاثين »
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl, dan beri’idulfitrilah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl. Apabila asy-syahr (al-hilâl) terhalangi atas kalian maka hitunglah menjadi tiga puluh hari.”
Dalam riwayat Al-Bukhâri dengan lafazh :
« صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غمي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين » .
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl, dan beri’idulfitrilah kalian berdasarkan ru’yatul hilâl. Apabila (al-hilâl) terhalangi atas kalian maka sempunakanlah bilangan bulan Sya’bân menjadi tiga puluh hari.”
c. dari shahabat ‘Abdullâh bin ‘Abbâs Radhiallahuanhu bahwa Rasulullah bersabda :
« لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ »
“Janganlah kalian melaksanakan shaum hingga kalian melihat Al-Hilâl, dan janganlah kalian ber’idul fitri hingga kalian melihatnya. Jika (al-hilâl) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari.”
Diriwayatkan oleh : Al-Imâm Mâlik dalam Muwaththa’ no. 559.
عَجِبْتُ : « إِذَاrمِمَّنْ يَتَقَدَّمُ الشَّهْرَ، وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللهِ رَأَيْتُمُ الهِلاَلَ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ »
“Saya heran dengan orang yang mendahului bulan (Ramadhan), padahal telah bersabda : “Jika kalian telah melihat al-Hilâl maka Rasulullah bershaumlah, dan jika kalian melihatnya maka ber’idul fitrilah. Kalau (al-hilâl) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari.”
Diriwayatkan oleh An-Nasa’i (2125) Ahmad (I/221) dan Ad-Dârimi (1739). Lihat Al-Irwâ’ no. 902. d. Al-Imâm Abû Dâwûd meriwayatkan dengan sanadnya (no. 2325) dari shahabat ‘Âisyah berkata :
« كَانَ رَسُولُ اللهِ يَتَحَفَّظُ مِنْ هِلاَلِ شَعْبَانَ مَا لاَ يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ ، عَدَّ ثَلاَثِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ صَامَ »
“Dulu Rasulullah senantiasa berupaya serius menghitung (hari sejak) hilâl bulan Sya’bân, tidak sebagaimana yang beliau lakukan pada bulan-bulan lainnya. Kemudian beliau bershaum berdasarkan ru’yah (hilâl) Ramadhan. Namun apabila (al-hilâl) terhalangi atas beliau, maka beliau menghitung (Sya’bân menjadi) 30 hari, kemudian (esok harinya) barulah beliau bershaum.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imâm Ahmad (VI/149), Ibnu Khuzaimah (1910), Ibnu Hibbân (3444), Al-Hâkim (I/423) Al-Baihaqi (IV/406). Ad-Dâraquthni menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan shahih. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abî Dâwûd no. 2325.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
بخلاف من خرج في ذلك إلى الأخذ بالحساب أو الكتاب كالجداول وحساب التقويم والتعديل المأخوذ من سيرهما . وغير ذلك الذي صرح رسول الله صلى الله عليه وسلم بنفيه عن أمته والنهي عنه . ولهذا ما زال العلماء يعدون من خرج إلى ذلك قد أدخل في الإسلام ما ليس منه فيقابلون هذه الأقوال بالإنكار الذي يقابل به أهل البدع
مجموع الفتاوى [25 /179 ]
“Berbeda dengan orang-orang yang keluar (dari cara yang haq) dalam permasalahan tersebut (penentuan awal Ramadhan) dengan mengambil cara hisab atau tulisan seperti jadwal dan perhitungan kalender yang diambil dari perhitungan peredaran Matahari dan Bulan, dan cara-cara lainnya yang dengan tegas Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam telah meniadakan hal tersebut dan melarangnya dari umatnya. Oleh karena itu para ‘ulama senantiasa menganggap orang-orang yang mengambil cara-cara tersebut (hisab) sebagai orang yang telah memasukkan dalam Islam suatu ajaran yang bukan bagian dari Islam itu sendiri. Maka mereka (para ‘ulama) menyikapi pendapat-pendapat seperti dengan pengingkaran, sebagaimana mereka menyikapi ahlul bid’ah.”
Rencananya, tim para ahli ru’yah dan hisab akan melakukan rukyatul hilal di Cakung Jakarta Timur sore ini, Insya Allah. (azm/dbs/arrahmah.com)