(Arrahmah.com) – Penelitian tim khusus PBB menunjukkan bahwa Irak merupakan negara dengan peringkat resiko tertinggi dalam hal bahaya ranjau perang. Penelitian itu menyebutkan sebanyak 1,6 juta penduduk Irak rawan terkena ranjau darat dan sebagiannya berada di kawasan pengolahan minyak bumi.
Penelitian itu menyebutkan, “Ranjau darat dan bahan-bahan peledak lainnya meliputi kawasan seluas 1730 km persegi dan berdampak terhadap sekitar 1,6 juta warga yang menempati 1600 daerah, atau setara dengan 21 % penduduk Irak.”
Lebih jauh, penelitian itu menyebutkan sekitar 90 % ranjau berada di lahan pertanian, dan sisanya berada di lahan penambangan dan pengolahan minyak bumi. Problem ranjau perang ini menghambat proses pengembangan dan pertumbuhan ekonomi penduduk Irak.
Penelitian itu menyebutkan penduduk di wilayah-wilayah pertanian yang penuh dengan ranjau menghadapi kondisi kehidupan yang sulit. Mereka tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan tenang. Selain itu, akses pendidikan dan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari sulit didapatkan. Hal serupa dialami para pekerja di lahan penambangan dan pengolahan minyak bumi.
Irak didera perang panjang sejak era perang Iran-Irak. Disusul oleh invasi militer pasukan multinasional di bawah komando AS pada Perang Teluk I, 1990 dan terakhir invasi militer AS dan sekutu salibisnya pada 2003. Puluhan ribu ranjau, roket, rudal, dan bom ditumpahkankan oleh aliansi salibis internasional pimpinan AS dalam kedua perang tersebut. Lebih dari 100 ribu warga Irak gugur oleh serbuan penjajah salibis AS dan sekutunya.
(muhib almajdi/arrahmah.com)