BERLIN (Arrahmah.id) – Lebih dari 40% pria Muslim mengalami rasisme dalam kehidupan sehari-hari di Jerman, menurut sebuah penelitian yang dirilis pada Selasa (7/11/2023).
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Integrasi dan Migrasi Jerman (Dezim) di Berlin, sekitar 41,2% pria Muslim mengalami rasisme.
Muslim juga sering mengalami diskriminasi di kantor-kantor publik dan berurusan dengan pihak berwenang, termasuk polisi.
Lebih dari sepertiga pria Muslim (39%) melaporkan bahwa mereka lebih sering mengalami diskriminasi dan rasisme di kepolisian, sementara 51% merujuk pada pengalaman negatif di kantor-kantor publik dan ketika berbicara dengan pihak berwenang, lansir Anadolu.
Di antara perempuan Muslim, 46% mengatakan bahwa mereka sering mengalami diskriminasi di kantor dan pihak berwenang. Dalam hal berhubungan dengan polisi, proporsinya adalah 25%.
Selain itu, sistem layanan kesehatan di Jerman juga tidak bebas dari diskriminasi.
“Diskriminasi terjadi di berbagai tempat. Misalnya, orang yang ditandai secara rasial diberi janji yang lebih buruk dan penderitaan mereka kurang didengar,” kata direktur Dezim Institute, Frank Kalter.
Pada Senin, pemerintahan kiri-tengah Kanselir Olaf Scholz menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya rasisme anti-Muslim di negara itu sejak dimulainya perang Gaza pada 7 Oktober.
Setiap serangan terhadap Muslim di Jerman, baik karena alasan agama maupun alasan lainnya, “sama sekali tidak dapat diterima,” ujar juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit dalam sebuah konferensi pers di Berlin.
“Hampir 5 juta Muslim di Jerman memiliki hak untuk dilindungi,” tambahnya.
Aliansi Melawan Islamofobia dan Kebencian Anti-Muslim (CLAIM) yang berbasis di Berlin memperingatkan pekan lalu tentang meningkatnya rasisme anti-Muslim di tengah-tengah konflik “Israel”-Palestina yang meningkat di Gaza.
“Kami menyaksikan peningkatan rasisme anti-Muslim di Jerman. Ini adalah sesuatu yang harus kita semua prihatin dan perlu ditanggapi dengan serius,” kata Rima Hanano, kepala organisasi non-pemerintah tersebut.
“Kita tidak boleh membiarkan sikap yang tidak manusiawi semakin dinormalisasi dan dengan demikian membahayakan kohesi sosial. Semua orang harus dilindungi dari kekerasan dan ancaman rasis, antisemit, dan kekerasan tidak manusiawi lainnya,” tambahnya.
CLAIM telah mendokumentasikan 53 kasus ancaman, kekerasan, dan diskriminasi anti-Muslim dalam dua setengah minggu terakhir, termasuk 10 serangan terhadap masjid.
Dapat diasumsikan bahwa ada sejumlah besar insiden anti-Muslim yang belum dilaporkan atau dicatat, misalnya, hal ini juga berlaku untuk ujaran kebencian anti-Muslim di jejaring sosial.
CLAIM menyerukan langkah-langkah yang lebih luas untuk memerangi rasisme anti-Muslim dan melindungi mereka yang terkena dampaknya.
“Memerangi rasisme anti-Muslim, antisemitisme, dan ideologi misantropis lainnya menjadi semakin penting bagi demokrasi dan kohesi masyarakat. Kebutuhan akan tindakan sudah sangat mendesak,” menurut LSM tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)