Para peneliti di Institut Politeknik Rensselaer (RPI), New York, Amerika Serikat (AS), sedang mengembangkan sebuah baterai kertas tipis dengan memasukkan lembar nanotube vertikal dalam sebuah cairan elektrolit ber-ion. Hasilnya adalah sebuah kertas selulosa yang menyimpan energi listrik.
Tim RPU membuat sebuah superkapasitor dengan menempatkan elektroda nanotube kedua disisi kertas yang lain. Selanjutnya mereka menambahkan sebuah elektroda lithium diatas kertas itu. Mereka mengklaimnya sebagai baterai kertas tipis yang bisa dicharge (rechargeable battery).
Superkapasitor dan rechargeable battery merupakan hasil jerih payah para peneliti di tiga lab di RPI selama setahun. Satu lab membuat struktur nanotube karbon yang diadaptasi untuk menjadi sebuah elektroda baterai. Sedangkan lab lainnya menambahkan sebuah elektroda lithium untuk membuat rechargeable battery atau superkapsitor dengan menambahkan elektroda nanotube kedua.
Cairan ion pertama dalam bentuk gel berperan sebagai elektrolit baterai yang membawa ion dari satu sisi ke sisi lainnya dalam baterai kertas.
Masing-masing lembar dari baterai kertas tersebut menghasilkan 2,4 volt dengan kepadatan sekitar 0,6mA/cm2. Untuk mendapatkan voltase yang tinggi, kertas-kertas tersebut dapat ditumpuk. Baterai kertas tersebut beroperasi dari suhu -100°F hingga 300°F.
Sejauh ini para peneliti di RPI hanya membuat bateri kertas mereka dalam 100 kali charge. Namun, mereka mengklaim tidak ada kerusakan dalam performa yang dideteksi setelah men-charge.
Selanjutnya, mereka berencana untuk melakukan uji coba baterai tersebut dalam jangka panjang untuk menentukan jumlah charge maksimum dan optimalisasi disain tersebut untuk kepadatan daya yang lebih tinggi.
Selain itu, mereka juga akan melakukan percobaan dengan memperkuat alat medis dengan baterai kertas yang menggunakan darah dan keringat sebagai cairan elektrolit. Berikutnya, para peneliti juga ingin menyempurnakan metode ini untuk baterai pencetakan dan superkapasitor menggunakan teknik pencetak press dari rol ke rol.