JAKARTA (Arrahmah.id) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut Presiden Joko Widodo menyalahgunakan intelijen untuk memata-matai partai politik menjelang Pemilu Serentak 2024.
Pernyataan itu disampaikan Koordinator Klaster Riset Konflik Pertahanan dan Keamanan BRIN Muhamad Haripin dalam webinar “Bahaya Penyalahgunaan Intelijen dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024”.
“Menurut pandangan kami bahwa apa yang diungkapkan oleh Presiden itu … adalah suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau setidaknya kita bisa bilang ada indikasi terjadinya penyalahgunaan intelijen untuk kepentingan kekuasaan,” kata Haripin memaparkan analisis berjudul Bahaya Intelijen Politik: Penyalahgunaan Kekuasaan Menjelang Pemilu 2024, Kamis (21/9), lansir CNN Indonesia.
Haripin mengutip pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011. Pasal itu mengatur fungsi intelijen untuk mencegah, menangkal, menanggulangi keamanan nasional.
Dia berpendapat tidak seharusnya badan intelijen dikerahkan untuk memata-matai kawan atau lawan politik.
Haripin menilai apa yang dilakukan Jokowi mengancam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Pernyataan Presiden itu juga bisa kita maknai sebagai bentuk intimidasi negara atau pemerintah atau rezim yang menimbulkan ketakutan bagi masyarakat kita untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, berbangsa, dan bernegara menuju Pemilu 2024,” jelasnya.
BRIN mengeluarkan sejumlah rekomendasi atas tindakan Jokowi menggunakan intelijen dalam memata-matai parpol. Salah satunya mendorong DPR membentuk panitia khusus.
Haripin berkata Komisi I dan Komisi III DPR bisa bertanya ke lembaga-lembaga intelijen di TNI dan Polri atas apa yang disampaikan Jokowi.
“Menggunakan hak akses atas informasi rahasia untuk penelusuran dugaan penyalahgunaan intelijen tersebut,” ucap Haripin.
Sebelumnya, Jokowi menyatakan memiliki laporan intelijen soal gerak-gerik partai politik menjelang Pemilu 2024. Dia menyebut data intelijen soal parpol itu menjadi konsumsinya setiap hari.
“Rutin mendapatkan laporan, baik itu berkaitan dengan politik, baik itu berkaitan dengan ekonomi, baik itu berkaitan dengan sosial, rutin dan semua presiden sama,” ungkap Jokowi di pabrik PT Pindad, Bandung, Selasa (19/9).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan soal informasi intelijen yang dimiliki Presiden Jokowi. Mahfud menilai wajar jika Jokowi memiliki informasi intelijen soal situasi dan arah partai politik di Indonesia.
“Ini Presiden pasti punya intelijen, siapa politikus yang nakal, siapa politikus yang benar. Siapa yang punya kerja gelap, siapa yang punya kerja terang, itu punya Presiden,” kata Mahfud di Jakarta, Ahad (17/9).
Namun, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai Jokowi melakukan penyalahgunaan data intelijen untuk tujuan politik.
Koalisi menjelaskan, pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadi.
(ameera/arrahmah.id)