JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan penegak hukum di Indonesia seperti alergi untuk menangani kasus para pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI. Buktinya, sampai sekarang tidak penah ada kemajuan dalam penanganan kasus ini.
“Bagi Kejaksaan, kasus BLBI ini seperti api. Mereka takut kebakar kalau menyentuhnya,” cetus Uchok, lansir RMOL, Sabtu (5/12/2015).
Pada 2014, sambungnya, KPK memang sempat mengemukakan akan membongkar kasus itu. Sayangnya, posisinya di KPK keburu digoyang hanya gara-gara kasus pemalsuan identitas.
“Sekarang kita hanya bisa berharap pada pimpinan baru KPK yang akan dipilih pada pertengahan Desember nanti. Kita berharap semoga pimpinan baru KPK nanti berani membongkar kasus BLBI ini agar negara tidak terus terbebani,” ucapnya
Dia menegaskan bahwa para pengemplang BLBI harus segera diadili. Kalau tidak diadili, APBN akan terus tergerogoti sehingga pembangunan terganggu.
“Kita sangat terbebani dengan utang BLBI ini. Padahal kita tidak pernah menikmatinya. Karena itu, para penerima ini harus dikejar dan ditangkap sampai dia bayar,” kata Uchok.
Bahkan beberapa bulan lau, Menkoolhukam Luhut Panjaitan mengeluarkan pernyataan kasus BLBI telah ditutup. Hal itu dikatakan saat menghadiri pelantikan 3 deputi KPK, di gedung KPK Kamis (15/10) pagi. Selain Luhut, pelantikan itu juga dihadiri Jaksa Agung M. Prasetyo.
“Tidak ada urusannya (RUU Pengampunan Nasional) dengan BLBI. BLBI sudah selesai sudah tutup buku, kita berbicara dana-dana kita yang ada di luar negeri dan mereka tidak mau membawa ke dalam negeri,” kata Luhut.
Setidaknya setiap tahun rakyat harus menanggung beban Rp 6 triliun yang diambil dari APBN untuk membayar bunga. Kerugian BLBI sekitar Rp 600 triliun.
Dari swasta, total Rp 200 triliun baru kembali Rp.48 triliun atau hanya sekitar 24 persen. Sementara dari BUMN, ada Rp.400 triliun. “Ini tak adil. Rakyat kredit macet dikejar, disita asetnya segera dilelang. Ini perusahaan-perusahaan besar, malah tutup buku, rakyat yang tanggung uangnya,” tegasnya.
Seperti diketahui, BLBI adalah pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami likuiditas saat terjadi krisis moneter 1998. Total dana yang dikucurkan BI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Namun banyak dana ini yang diselewengkan pemilik bank. Banyak juga dari mereka yang lari ke luar negeri dan belum kembali.
Di saat yang sama, banyak pemilik bank yang kesulitan mengembalikan duit BLBI ini. Nah, pada zaman Megawatilah pemerintah membuat kebijakan menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) bagi obligor yang sudah mengembalikan sebagaian duit BLBI. (azm/arrahmah.com)