GAZA (Arrahmah.id) — Ratusan warga Palestina pada Sabtu (31/12/2022) memadati taman Kota Gaza untuk memperingati 58 tahun berdirinya Partai Fatah, pertunjukan popularitas yang jarang terjadi di jantung kelompok perlawanan Palestina Hamas – saingan utama Fatah.
Dilansir Middle East Monitor (1/1), massa mengubah Taman Katiba menjadi lautan bendera kuning dan foto-foto para pendiri dan pemimpin Fatah, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pendahulunya Yasser Arafat.
Hamas, yang mengambil alih Gaza setelah mengalahkan pasukan pro-Abbas pada tahun 2007, mengizinkan Fatah melangsungkan pawai. Dalam beberapa kesempatan terakhir setelah pengambilalihan tahun 2007, Hamas umumnya memblokir atau membatasi kegiatan Fatah.
Meskipun jajak pendapat menunjukan Fatah tidak begitu populer, jumlah pemilih yang besar dapat dilihat sebagai kesempatan langka untuk memprotes kekuasaan Hamas di Gaza. Hamas telah melelahkan warga Gaza dengan pajak yang tinggi di tengah rekor tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Sekitar 2,3 juta warga Gaza hidup di bawah blokade Israel-Mesir yang melumpuhkan. Israel menilai blokade ini diperlukan untuk mencegah Hamas menimbun senjata api. Para kritikus melihat blokade wilayah itu sebagai hukuman kolektif.
Fatah didirikan oleh Yasser Arafat dan para pemimpin lainnya tahun 1959. Namun Fatah menggumumkan kelahirannya ketika meluncurkan serangan bersenjata pertama terhadap Israel dari Lebanon pada 1 Januari 1965.
Pada tahun 1990-an Arafat menandatangani perjanjian damai dengan Israel dan Otoritas Palestina untuk mengelola Gaza dan Tepi Barat yang diduduki Israel. Ketika itu terjadi demonstrasi besar yang menandai perpecahan diantara warga Palestina.
Kelompok Fatah dan Hamas, yang merupakan faksi terbesar di Palestina, tetap menjadi musuh bebuyutan; dan berbagai upaya Arab untuk mendamaikan keduanya telah menemui jalan buntu.
Selama bertahun-tahun Hamas telah mengkonsolidasikan kontrolnya di wilayah Gaza, sementara Otoritas Palestina – yang diakui secara internasional – berjuang mengatur daerah otonom di Tepi Barat. Tuduhan korupsi dan salah urus membayangi Otoritas Palestina dan Abbas, yang secara luas dipandang sebagai otokrat. (hanoum/arrahmah.id)