Saat Israel disibukkan dengan pemilihan umum mereka, mayoritas penduduk Palestina tidak mempedulikan, mereka pesimis pemerintahan Israel selanjutnya akan membawa dampak baik bagi kehidupan mereka.
“Awalnya, aku berharap banyak setiap Israel melakukan pemilu, berharap pemerintahan selanjutnya membawa perdamaian dan mengakhiri pendudukan,” ujar Ahmed, seorang bapak yang bekerja sebagai supir taksi di wilayah Tepi Barat, kota Hebron, seperti yang dilansir islamonline.
“Namun pada akhirnya, setiap Israel berganti pemerintahan, mereka membuktikan bahwa mereka lebih buruk dan semakin banyak ekstrimis dibanding pendahulunya.”
Agresi militer Israel selama tiga pekan yang membunuh lebih dari 1.300 penduduk Gaza, menjadi isu yang diangkat selama kampanye. Mereka sama-sama mengkampanyekan akan membawa perubahan dan akan membawa perdamaian agar memperoleh dukungan suara.
Dari buruk menjadi semakin buruk
Untuk Ahmed, yang bekerja keras selama 16 jam per hari, hasil dari pemilu Israel dia anggap sebagai “berita buruk” bagi penduduk Palestina.
Ia, seperti kebanyakan penduduk Palestina lainnya melihat tidak ada perbedaan yang diusung partai-partai terkemuka Israel, seperti Partai Kadima (Livni) ataupun Partai Buruh (Ehud Barak).
“Mereka terlihat seperti ular berbisa dalam warna yang berbeda,” ungkapnya.
“Anda mungkin berfikir, analogi seperti itu sangat ekstrim. Tapi tidak. Jika Israel membakar tubuh anak-anak Palestina dengan fosfor putih dan senjata lain yang mematikan, lalu apa yang dapat kita harapkan dari partai-partai tersebut yang mengumbar akan membawa perdamaian?”
Israel akhirnya mengakui bahwa mereka menggunakan fosfor putih selama agresi militer mereka di wilayah Gaza. Namun, tidak ada satu pihak pun yang berani menyeret petinggi-petinggi Israel untuk diadili.
“Sungguh, selama empat puluh tahun ini, setiap pemilu yang dilakukan Israel, pemerintahan yang dihasilkan akan jauh lebih buruk dari pendahulunya,” Ahmed menambahkan. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)