IDLIB (Arrahmah.com) – Penduduk sipil di benteng pertahanan terakhir pejuang Suriah, dengan hati-hati menyambut perjanjian yang ditandatangani oleh Ankara dan Moskow untuk menciptakan zona demiliterisasi yang akan menahan serangan terhadap Idlib.
Penduduk di provinsi Idlib dan wilayah pinggirannya, rumah bagi hampir tiga juta orang-separuh dari mereka adalah pengungsi internal-juga mempertanyakan kesediaan rezim Bashar Asad untuk mematuhi perjanjian, yang digambarkan oleh para pengamat sebagai sebuah terobosan diplomatik, lansir Al Jazeera pada Rabu (19/9/2018).
Serangan Idlib tertahan saat Rusia, Turki setuju untuk menciptakan zona penyangga seluas 15 sampai 20 kilometer, diperkirakan akan dilaksanakan pada 15 Oktober, dan akan memungkinkan penarikan seluruh “pejuang radikal” dari Idlib, menurut Presiden Rusia Vladimir Putin saat melakukan konferensi pers.
Aliansi Mujahidin Hai’ah Tahrir Syam (HTS) yang didominasi oleh faksi Jabhah Fath Syam, termasuk kelompok yang akan “diusir” keluar dari Idlib.
Dr. Habib Kshouf mengatakan orang-orang di desanya, Kherbet Eljoz, benar-benar takut terhadap serangan oleh rezim Asad sebelum perjanjian.
“Kesepakatan Sochi memberi harapan sekilas, bahwa mereka akan terhindar dari serangan udara dan darat oleh pasukan pemerintah [rezim Asad] dan Rusia,” ujar pria berusia 55 tahun dari distrik Jisr Al-Shugour yang baru-baru ini dibombardir, kepada Al Jazeera.
Sedikitnya 1,5 juta penduduk Idlib melarikan diri dari kekerasan oleh rezim Asad di provinsi lain di Suriah, dan kini tinggal di kamp-kamp sementara yang tidak memiliki layanan dasar seperti air minum bersih dan akses ke listrik.
“Perjanjian ini akan memastikan kembalinya listrik, air dan layanan dasar lainnya kepada orang-orang di sini,” ujar Kshouf.
Kesepakatan itu, disambut oleh utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura pada Selasa (18/9), juga mendesak pejuang oposisi untuk menyerahkan persenjataan berat.
Menurut Marwan Kabalan, direktur Arab Center untuk Penelitian dan Studi Kebijakan, kesepakatan itu tidak meminta pelucutan senjata total pejuang oposisi, dan mereka akan tinggal di Idlib, mereka tidak diminta untuk pindah seperti yang terjadi di Daraa dan Ghautah timur.
Tetapi bagi rezim Asad dan Rusia, para pejuang oposisi akan dipindahkan ke utara untuk mengamankan jalan raya yang mengarah ke pangkalan Hmeimim, yang dioperasikan oleh Rusia, dari segala serangan.
Warga Idlib sendiri tetap khawatir apakah perjanjian itu akan berlaku. (haninmazaya/arrahmah.com)