Dalam waktu lima menit, buldoser telah menghancurkan dua waduk desa. Tentara Zionis kemudian meretakkan dua tangki air terbuka, menumpahkan cairan yang berharga dan meratakannya dengan tanah.
“Ini penuh dengan air,” ujar Majid Jabur, menunjuk ke sebuah lubang di salah satu daratan bumi yang telah terbentuk sejak zaman Romawi. Melihat tumpukan kayu rusak dan plastik, Majid mengatakan “Disana terdapat kamar mandi kami, namun di mana pintunya?”
Jabur, seperti banyak orang palestina lainnya sedang menghadapi musim panas yang panjang. Curah hujan sangat rendah, menurun 70 persen dari tingkat normal, dengan hanya 50 persen dari curah hujan di beberapa daerah dan pembongkaran sistematis infrastruktur air yang mengancam ribuan orang tahun ini.
“Ini benar-benar menakutkan, sedikit air dan tidak ada simpanan,” ujar Lara El Jazari dari OXFAM Internasional.
Penduduk Palestina yang hidup di Tepi Barat tinggal di wilayah perbukitan selama lebih dari seribu tahun, namun sejak 1967, kehidupan mereka sepenuhnya di bawah kontrol militer Zionis yang ketat. Setelah Perang Enam Hari, Israel mengambil alih sumber daya air di Tepi Barat, mengklaim 80 persen dari sumber air tanah dan memotong Palestina dari Sungai Jordan. Sebelum pendudukan, semua warga Palestina minum dari sumur, tangki air dan Sungai Jordan, tapi sekarang kebanyakan mereka membayar kepada Israel untuk mengambil air dari keran.
Jabur (41), penduduk desa Susya yang terletak di Perbukitan Selatan Hebron dekat dengan dua pemukiman ilegal Israel, Kiryat Arba dan yang lainnya yang juga disebut Susya. Klaim warga untuk wilayah Susya (Palestina-red) tidak diakui Isral. Baru-baru ini mereka kehilangan lahan untuk protek arkeologi dengan dalih menggali peninggalan Yahudi.
Kekeringan dan rusaknya tangki air di Tepi Barat, mengancam sumber kehidupan setidaknya 13.553 orang, setengah dari mereka adalah anak-anak. Pada tahun 2010, sekitar 42 sumur hancur di bawah buldoser Israel.
“Tahun lalu kami melihat jumlah terbesar dari kehancuran dan tahun ini tampaknya militer Israel akan mencoba meningkatkannya,” ujar Cara Flowers. Termasuk dua dari Susya, sudah lima belas waduk telah hancur di tahun ini.
Tetangga Jabur, Muhammad Hassan berdiri di atas reruntuhan desanya yang dihancurkan. Tumpukan dari plastik, benang, kayu dan baja berada di bawah kakinya. Dia mengatakan mereka sekarang tengah menyembunyikan cadangan air dengan menutupinya.
Masyarakat miskin seperti di Susya hanya memiliki tiga pilihan, masing-masing membawa bahaya sendiri, mereka dapat tetap menggunakan sumur lama, membeli air dari Merkerot (perusahaan milik Israel-reD) atau membeli air langsung dari makelar Israel yang disponsori pemukim Yahudi.
Menurut sebuah laporan, harga satu meter kubik air lima syikal, sekitar satu setengah dollar AS. Tapi mendapatkan air dari tangki atau stasiun pengisian memiliki biaya sepuluh kali lebih tinggi tergantung biasa transportasi dengan rentang harga 18-50 syikal.
Untuk sebagian penduduk Palestina, mereka memilih mengurangi konsumsi roti dan minyak untuk mendapatkan air.
Menurut penghitungan Bang Dunia pada tahun 2009, air telah mengambil banyak biaya bagi penduduk Palestina, rata-rata mereka menghabiskan seperenam dari pendapatan untuk membeli air. (haninmazaya/arrahmah.com)