AMBON (Arrahmah.com) – Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo meminta masing-masing daerah memperjelas batasan mengenai pendidikan gratis yang dilaksanakan, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang keliru.
“Tolong masing-masing gubernur, bupati/wali kota maupun DPRD lebih memperjelas lagi soal pendidikan gratis ini, karena masih banyak yang salah persepsi,” kata mendiknas saat meluncurkan program wajib belajar (wajar) pendidikan 12 tahun Provinsi Maluku di Ambon, Senin (18/5).
Pendidikan gratis yang diprogramkan pemerintah pusat dan daerah, menurut dia tidak lantas membuat semua biaya pendidikan menjadi gratis.
“Yang gratis hanya biaya pendidikannya, yakni SPP, buku-buku pelajaran, dan biaya praktik saja, sehingga memudahkan anak usia sekolah memperoleh akses pendidikan secara berjenjang,” katanya.
Sedangkan lainnya, kata dia seperti pakaian dan sepatu, menjadi tanggungan orangtua siswa.
Menteri menegaskan pendidikan gratis jangan disamakan dengan undian yang diperoleh secara gratis, tetapi merupakan wujud kepedulian pemerintah di setiap jenjang untuk memperluas dan mempermudah anak-anak memperoleh akses pendidikan seluas-luasnya.
“Jadi, tolong gubernur, bupati dan wali kota membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang lebih jelas, sehingga masyarakat tidak akan menganggap semuanya gratis,” katanya.
Ia menambahkan, pada 2009 alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk masing-masing daerah juga dinaikkan secara signifikan, sehingga lebih memperluas cakupan program pendidikan murah dan gratis yang diamanatkan dalam undang-undang.
Khusus alokasi dana BOS di daerah, menurut menteri perlu ditetapkan dengan peraturan daerah (perda), atau yang lebih khusus menggunakan peraturan gubernur, bupati atau wali kota, sehingga memiliki batasan yang jelas.
Di samping itu, kata dia, juga harus memuat sanksi-sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggarnya.
“Khusus untuk wajar 12 tahun di Maluku, apabila perlu pemprov atau pemkab dan pemkot membuat peraturan bahwa siswa yang tidak lulus SMA, madrasah aliyah dan sekolah menengah kejuruan (SMK), tidak dilayani permohonannya untuk kawin, sehingga terjamin semua orang harus lulus minimal SMA dan yang sederajat,” kata mendiknas berkelakar di hadapan ribuan siswa serta guru SMA se-Maluku yang menghadiri peluncuran program wajar 12 tahun itu.
Sumbangan
Mendiknas juga mengatakan pihaknya banyak menerima laporan dari daerah bahwa paska pemberlakuan pendidikan gratis yang diimplementasikan melalui alokasi dana BOS, banyak kepala sekolah takut menerima sumbangan atau bantuan dari masyarakat, karena takut dikira menarik pungutan.
“Pungutan itu besarannya sudah ditentukan, dan ada jangka waktunya. Tetapi kalau sumbangan atau bantuan, tidak ada jangka waktu, dan besarannya tidak ditentukan. Kepala sekolah bisa menerima bantuan yang tidak ada jangka waktu dan besarannya untuk lebih memajukan sekolahnya,” katanya.
Kepala sekolah yang terlalu taat, dan sama sekali tidak mau menerima sumbangan dan bantuan dari masyarakat, bagi mendiknas, itu dikategorikan “baik-baik saja”.
“Kepala sekolah seperti itu nilainya hanya 5,6, tidak lebih, dan jika tiba waktunya dipanggil Yang Maha Kuasa, maka dia akan berada di persimpangan antara masuk surga atau neraka,” kata mendiknas yang disambut gelak tawa para guru dan siswa yang hadir.
Seorang kepala sekolah yang memiliki pola kepemimpinan berkualitas harus piawai menggalang sumbangan dan bantuan dari masyarakat untuk membiayai program pendidikan di sekolahnya, sehingga menjadi lebih maju dan berkualitas.
“Dananya bisa digalang dari perusahaan atau lembaga lain yang bersedia membantu. Asal Jangan main patok besaran sumbangan dan jangka waktunya, karena itu dikategorikan pungutan,” kata Bambang Sudibyo. (Althaf/antara/arrahmah.com)