COX’S BAZAR (Arrahmah.com) – Seorang juru bicara UNESCO mengatakan pada Jum’at (5/10/2018) bahwa anak-anak Rohingya di kamp-kamp pengungsi Bangladesh membutuhkan pendidikan.
“Kami khawatir kehilangan satu generasi. Anak-anak muda memiliki kesempatan yang sangat terbatas untuk mendapatkan pendidikan di sini,” ungkap Alastair Lawson Tancred kepada para wartawan di Cox’s Bazar, sebuah distrik di Bangladesh yang menjadi tempat Muslim Rohingya melarikan diri dari penganiayaan oleh tentara Myanmar.
Tancred mengatakan lebih dari separuh dari sekitar 1 juta orang Rohingya yang tinggal di kamp adalah anak-anak, sebagian besar berusia di bawah 17 tahun.
UNICEF bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang berusia 9-14 tahun di kamp-kamp, imbuhnya.
Berdasarkan laporan Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh tentara Myanmar.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dianiaya, ungkap laporan OIDA yang berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira”.
Sekitar 18.000 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, sementara lebih dari 115.000 rumah Muslim Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, imbuhnya.
Menurut Amnesti Internasional, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan serangan terhadap Muslim minoritas yang ada di sana pada bulan Agustus 2017.
PBB telah mendata bahwa terjadi perkosaan massal, pembunuhan termasuk terhadap bayi dan anak kecil, penganiayaan dan penculikan yang dilakukan oleh tentara Myanmar. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (Rafa/arrahmah.com)