RAMALAH (Arrahmah.id) — Seorang pendeta Gereja Katolik di Palestina ikut berduka atas pembunuhan pemimpin kelompok perlawanan Palestina Hamas Ismail Haniyeh di Teheran. Dia juga mendoakan Haniyeh.
“Ismail Haniyeh, beristirahatlah dalam damai, dengan kemuliaan abadi,” kata Archimandrite Abdullah Yulio, pendeta paroki dari Gereja Katolik Yunani Melkit di Kota Ramallah, Tepi Barat, kepada kantor berita Anadolu Agency (1/8/2024).
“Kami mendoakan belas kasihan dan kemuliaan bagi semua martir kami di mana pun,” lanjut dia.
“Dengan darah murni para martir, negara dibangun,” ujarnya.
Haniyeh dibunuh di kediamannya di Ibu Kota Iran, Teheran, pada Rabu dini hari dalam apa yang disebut Hamas sebagai “serangan berbahaya Zionis”.
“Kami berdoa setiap hari untuk perdamaian di tanah Palestina, dan tidak ada perdamaian di tengah pendudukan (Israel),” kata pendeta tersebut.
“Kami memohon kepada Tuhan agar memberikan kesabaran, penghiburan, dan ketabahan yang lebih bagi rakyat kami di mana pun sehingga kami dapat melanjutkan perjalanan hingga kami melihat tujuan yang kami inginkan tercapai,” imbuh dia, yang dilansir Palestine Chronicle (2/8).
Israel belum mengaku atau pun menyangkal bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh dan pengawalnya yang berada di Iran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Pembunuhan Haniyeh telah dikecam oleh para pemimpin dunia termasuk Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, yang mengatakan: “Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu kami yang terhormat di wilayah kami dan telah menyebabkan kesedihan kami, tetapi juga telah menyiapkan dasar untuk hukuman yang berat.”
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk apa yang disebutnya sebagai “pembunuhan berbahaya” terhadap Haniyeh, dengan mengatakan: “Itu adalah tindakan tercela yang bertujuan untuk mengganggu perjuangan Palestina, perlawanan gemilang Gaza dan perjuangan saudara-saudara Palestina kami, serta melemahkan semangat dan mengintimidasi warga Palestina.”
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB—yang menuntut gencatan senjata segera—, menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan terhadap Gaza.
Tel Aviv saat ini diadili atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina sejak mulai melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza pada 7 Oktober 2023.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 39.480 warga Palestina telah tewas, dan 91.128 terluka.
Selain itu, sedikitnya 11.000 orang tidak diketahui keberadaannya, diduga tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza. Israel mengatakan bahwa 1.200 tentara dan warga sipil tewas selama Operasi Badai al-Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Namun media Israel menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa banyak warga Israel tewas pada hari itu karena insiden “friendly fire” oleh helikopter dan tank tempur Israel. (hanoum/arrahmah.id)