FLORIDA (Arrahmah.com) – Tak peduli besarnya gelombang penentangan atas rencana gilanya, kepala gereja mungil di negara bagian Florida, AS, memutuskan untuk tetap melakukan pembakaran Al Quran pada 11 September mendatang, Al Jazeera melaporkan pada Rabu (8/9/2010).
Terry Jones mengatakan kemarin (8/9) bahwa niatnya untuk membakar sejumlah Al Quran dalam api unggun untuk memperingati sembilan tahun serangan terhadap menara kembar WTC semakin kuat seiring dengan diterimanya salinan Al Quran dari para pendukungnya ke gereja Gainseville.
“Sampai sekarang, kami tidak yakin bahwa membatalkan rencana ini adalah hal yang benar,” kata Jones.
Pria keras kepala berusia 58 tahun ini tidak menggubris ancaman kematian yang terus menerornya dalam beberapa waktu terakhir. Ia pun sama sekali tidak mempedulikan protes massif yang muncul di Indonesa dan Afghanistan belum lama ini.
Oleh sebab itu, Jenderal David Petraeus, komandan AS dan NATO di Afghanistan ikut geram karena dengan rencana gila Jones ini, menurutnya akan membahayakan tentara AS yang sedang ditugaskan di Afghanistan.
“Isu pembakaran Al Quran ini yang pasti akan digunakan oleh Taliban di Afghanistan untuk mengobarkan opini publik dan menghasut kekerasan,” ujar Petraeus pada hari Rabu (8/9).
Sementara itu, David Axelrod, penasihat Barack Obama, mengatakan kepada CNN: “Pendeta itu mungkin memiliki hak untuk melakukan apa pun yang ingin dia lakukan, tetapi hal itu tidak benar. Hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kami ….”
“Saya berharap bahwa kita harus tetap berpegang pada hati nurani dan akal sehat,” lanjut Axelrod.
Beberapa tahun lalu, Jones pun memperoleh ketenaran serupa saat ia menempelkan tanda-tanda sentimen anti Islam di sekitar gerejanya dan menyatakan “Islam adalah Iblis”.
Namun ide gilanya untuk membakar kitab suci 1,6 miliar muslim ini mengundang perhatian yang lebih luas.
Kemungkinan besar, tindakannya akan dilindungi oleh konstitusi AS di bawah dalih: hak kebebasan untuk berbicara. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung AS telah menegaskan bahwa pidato Jones memang telah menyinggung banyak orang. Namun pada saat yang sama, Mahkamah AS menyatakan pemerintah AS tidak bisa mengambil tindakan apapun kecuali rencananya ini diarahkan untuk mengintimidasi seseorang atau berisi hasutan untuk kekerasan. (althaf/arrahmah.com)