MANADO (Arrahmah.id) – Sebanyak tujuh anak panti asuhan di Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut) diduga menjadi budak seks serta dieksploitasi oleh pengasuhnya yang sekaligus merupakan seorang pendeta.
Pengasuh panti asuhan itu diketahui berinisial FP berusia 46 tahun.
Salah satu kuasa hukum korban, Satryano Pangkey, menuturkan bahwa pengasuh panti yang berprofesi sebagai pendeta itu tidak hanya menjadikan anak panti sebagai budak seks tetapi juga mengeksploitasinya.
“Benar, pelaku utamanya dalam laporan polisi itu pemilik panti, dia merupakan pendeta atau gembala. Selain menjadikan budak seks dia juga eksploitasi sejumlah korban,” kata Satryano, (4/9/2022), dikutip dari VIVA.
Dia mengungkapkan, bahwa peristiwa yang menimpa 7 anak panti tersebut awalnya tak diketahui pihak keluarga sejak mereka dibawa ke panti tersebut pada tahun 2019 silam.
Para keluarga korban tak menduga kasus itu terjadi lantaran menaruh kepercayaan kepada pengasuhnya yang tokoh agama yakni seorang pendeta.
“Awalnya keluarga percaya korban diasuh di panti asuhan, mengingat pemilik dari yayasan tersebut suami istri hamba Tuhan, pewarta firman (Pendeta),” ungkapnya.
Parahnya, ujar Satryano, ternyata kasus tak senonoh yang dilakukan sang pengasuh itu diketahui oleh istrinya.
Bukannya melarang, malah sang istri pelaku ini beberapa kali membujuk para korban agar mau melayani sang suami.
“Sebenarnya sang istri terlapor ini tahu soal kejahatan yang dilakukan suaminya, bahkan istrinya sering membujuk anak-anak agar bisa memijat terlapor,” jelas Satryano
Tak hanya sang istri, lanjutnya, ternyata ulah bejat oknum pendeta ini juga sudah diketahui warga setempat. Hanya saja warga tak berani melapor, karena segan lantaran pelaku dan istrinya merupakan pendeta.
“Warga setempat juga tahu, tapi enggan dan takut bersuara, karena pelaku itu hamba Tuhan dan merupakan orang berada di kampung itu,” terangnya.
Kuasa hukum lain para korban, Citra, menambahkan bahwa dari hasil penyelidikan awal diduga ada 7 anak panti yang jadi korban kekerasan seksual.
Namun pihaknya baru mendapatkan 2 orang yang mengaku menjadi korban sehingga akan terus mendalami kasus tersebut.
“Korban diduga 7 orang, tapi saat ini baru dua orang (melapor). Modusnya suruh pijat korban,” jelas Citra.
“Jadi ketika kami ambil keterangan terkait kekerasan seksual, terungkap bahwa pengakuan anak-anak mereka juga dipekerjakan atau dieksploitasi,” imbuhnya.
Citra juga membeberkan bahwa awalnya korban tak berani melaporkan perbuatan bejat sang pengasuh panti. Namun belakangan para korban takut rekan-rekannya di panti akan bernasib sama dengannya sehingga memutuskan untuk melapor.
“Nanti 2021 baru berani, karena dia lihat masih ada anak-anak di panti, jadi korban melaporkan ke keluarga supaya tidak ada korban yang lain, akhirnya keluarga mereka melapor ke polisi,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)