KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Melarikan diri dari penyiksaan yang dialami di Burma, ribuan Muslim Rohingya melalui perjalanan berisiko menuju Malaysia, hidup terlantar di negara yang menolak untuk meratifikasi konvensi PBB tentang pengungsi.
“Tidak ada harapan untuk kembali ke negara saya,” seorang pengungsi Rohingya Nayeemah, yang suaminya dibunuh oleh pedagang saat mereka melarikan diri ke Thailand, mengatakan kepada CCTV pada Sabtu, (3/1/2015).
“Setelah kematian suami saya, saya merasa sangat cemas, selalu khawatir tentang anak-anak saya, tentang cara untuk menyelamatkan mereka. Tidak ada pilihan.”
Nayeemah merupakan salah satu dari ribuan Rohingya yang terpaksa melarikan diri dari penyiksaan yang didukung negara di Myanmar.
Malaysia memiliki sekitar 40.000 Muslim Rohingya yang membawa kartu pengungsi yang dikeluarkan oleh badan pengungsi PBB, UNHCR.
Selama beberapa bulan terakhir, sekitar 18.000 pengungsi yang terdaftar telah tiba di negara Asia, di mana mereka khawatir terhadap penangkapan dan deportasi.
“Kami berada di hutan. Para pedagang manusia memukul orang-orang dengan kejam,” kata Ayub Khan, seorang pengungsi Muslim Rohingya yang kini menderita lumpuh disebagian tubuhnya setelah disayat di bahunya saat ia mencoba melarikan diri di kampung halamannya di Burma.
“Beberapa orang meninggal di hutan. Beberapa dari kami berhasil melarikan diri.”
Saat konvensi PBB tentang pengungsi tidak diadopsi oleh Malaysia mencegah para pengungsi dari bekerja secara legal atau mengirim anak-anak ke sekolah-sekolah, bahkan jika anak-anak mereka lahir di Malaysia.
Sebuah proposal pemerintah untuk memberikan pengungsi izin kerja telah ditentang tahun lalu oleh departemen imigrasi yang memperingatkan bahwa izin tersebut akan mendorong meningkatnya imigrasi.
Dijelaskan oleh PBB sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia, Muslim Rohingya menghadapi daftar diskriminasi di tanah air mereka.
Mereka telah ditolak untuk mendapatkan hak-hak kewarganegaraan sejak amandemen terhadap undang-undang kewarganegaraan pada tahun 1982 dan diperlakukan sebagai imigran ilegal di rumah mereka sendiri.
Pemerintah Burma serta mayoritas Buddha menolak untuk mengakui istilah “Rohingya”, dan menyebut mereka sebagai “Bengali”.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan keamanan Burma membunuh, memperkosa dan menangkap Rohingya setelah kekerasan sektarian tahun lalu.
Antara 2012 dan 2013, serangan massa Buddha telah menyebabkan ratusan Muslim Rohingya tewas dan lebih dari 140.000 orang mengungsi.
Kekerasan telah menyebabkan hampir 29.000 orang mengungsi, lebih dari 97% di antaranya adalah Muslim Rohingya, menurut PBB.
(ameera/arrahmah.com)