SANA’A (Arrahmah.com) – Ratusan demonstran berunjuk rasa di depan Universitas Sana’a, menuntut berakhirnya kekuasaan presiden yang telah berlangsung selama 32 tahun.
Gelombang protes yang berkembang di Yaman meningkatkan tekanan pada Presiden Ali Abdullah Saleh untuk segera mundur.
Ribuan pendemo kembali berunjuk rasa di ibukota, Sana’a pada Rabu (2/3/2011) untuk terus menentang pemerintahan Saleh dan membantah adanya keterkaitan dengan AS.
“Orang-orang yang datang ke alun-alun adalah pemuda, pemuda bebas yang tidak memiliki koneksi apapun untuk setiap entitas asing, mereka hanya ingin menggulingkan rezim,” ujar Ali Al Sakkaf, salah satu pendemo.
Di kota Sadr, di selatan negara itu, saksi mengatakan bahwa pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan menembak ratusan pendemo. Para demonstran merespon dengan menyerang kendaraan polisi.
Hashem Ahelbarra, koresponden Al Jazeera di Yaman mengatakan bahwa seorang pendemo tewas dalam bentrokan dan dua kendaraan polisi dibakar.
Seorang pejabat rumah sakit di kota itu mengatakan kepada AP bahwa dua pendemo telah ditembak mati.
Laporan menunjukkan bahwa sebagai bagian dari bentrokan, para pria bersenjata mungkin juga telah berusaha untuk merebut gedung-gedung pemrintah dan perumahan pemerintah bersubsidi.
Al Jazeera juga melaporkan bahwa lebih dari 30 orang terluka dalam bentrokan antara pendemo dengan pendukung pemerintah bersenjata di Hodeidah.
Saleh (68), sekutu Amerika serikat yang mendukung AS memberantas Mujahidin Al Qaeda di Yaman, telah gagal mematahkan aksi protes rakyatnya yang dipicu oleh kemiskinan dan pengangguran yang melonjak.
Pengunjuk rasa Yaman merasa frustasi dengan korupsi yang tersebar luas dan hampir dari sepertiga tenaga kerja harus keluar dari pekerjaan mereka. Lebih dari 40 persen penduduk Yaman hidup dengan kurang dari 2 dollar per hari.
“Setiap hari harapan untuk perubahan semakin berkurang oleh Saleh setelah 33 tahun berkuasa. Saya pikir, solusi saat ini adalah mundurnya Saleh, tidak lebih, tidak kurang, karena rakyat telah putus asa,” ujar Ali Makhlough, seorang pendemo. (haninmazaya/arrahmah.com)