JAKARTA (Arrahmah.com) – Pencabutan subsidi listrik oleh pemerintah membat rakyat miskin dan pelaku UMKM akan semakin terpuruk. Ini sangat ironis di tengah penggunaan energi batubara yang sangat murah oleh PLN dalam memproduksi listrik. Apalagi, Indonesia kaya dengan energi geothermal (panas bumi) yang hingga kini belum termanfaatkan dengan maksimal.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono mengaku sangat memprihatinkan kebijakan pemerintah itu, Rabu (7/12/2016).
Menurutnya, dengan menggunakan energi batubara mestinya harga listrik bisa diturunkan 70-80 persen, karena ongkos produksi PLN lebih murah.
“Ini sebenarnya ironis, mengapa malah jadi naik. Bahkan, menghilangkan subsidi. Subsidi silang mestinya bisa dilakukan PLN dengan keuntungan yang didapat dari hasil penjualan,” ungkap Bambang.
Dan yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil dan sektor UMKM. Dengan kenaikan ini dipastikan UMKM akan menaikkan harga produknya, karena listrik jadi sumber daya penting dalam produksi. Akibatnya, daya beli masyarakat terhadap produk UMKM juga merosot.
“Padahal, UMKM diharapkan mampu mendukung ekonomi kerakyatan atau ikut menumbuhkan perekonomian nasional,” ujar Bambang.
Seperti diketahui, pemerintah telah memperluas pencabutan subsidi listrik dari semula untuk pelanggan golongan 1.300 volt ampere (VA) ke atas, kini merambah ke golongan tarif 900 VA. Rencananya, kenaikan tarif listrik bagi golongan pelanggan 900 VA dilakukan secara bertahap selama tiga kali, mulai Januari, Maret, dan Mei 2017. Masing-masing kenaikannya sebesar 32 persen.
Pada Januari 2017, tarif listrik akan naik dari sebelumnya Rp 585 per KWh menjadi Rp 774 per KWh per Januari. Tarif akan terus meningkat menjadi Rp 1.023 per KWh pada Maret dan menjadi Rp 1.352 per KWh pada Mei. Jadi, kenaikan ini sekitar 131 persen.
Melihat kenyataan itu, Bambang mengatakan, pemerintah tidak menyadari dampaknya yang sangat luas bagi rakyat kecil dan sektor UMKM maupun IMKM. Padahal, UMKM dan IMKM juga sudah dibebani pajak yang besar. Bagi rakyat kecil, kebutuhan terhadap listrik sama dengan kebutuhan terhadap beras. Di mana pun masyarakat pasti butuh listrik.
“Terus terang saya prihatin sekali dengan kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini,” keluh politisi dari dapil Jatim I ini seperti dikabarkan Parlementaria.
Bambang juga menjelaskan, selama ini listrik Indonesia termahal di ASEAN dengan USD 11 sen/KWh. Di Malaysia USD 5 sen, Singapura USD 6 sen, Thailand 5 USD 5 sen, dan Philipina 6 sen. Dan lebih ironis lagi, ketika energi terbarukan seperti geothermal (panas bumi) belum termanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan listrik nasional. Padahal, dari potensi geothermal dunia, 45 persennya ada di Indonesia. Bila kelak energi geothermal bisa dieksplorasi dengan maksimal, bisa menurunkan harga listrik bagi kebutuhan rumah tangga dan industri kecil di Tanah Air.
(azm/arrahmah.com)