WASHINGTON (Arrahmah.com) – Penasihat keamanan nasional Presiden Joe Biden, Jake Sullivan, sedang melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk menekan kerajaan agar bergerak menuju gencatan senjata dalam konflik di Yaman, tutur para pejabat AS.
Pada Senin (27/9/2021), Sullivan akan menjadi pejabat administrasi Biden berpangkat tertinggi yang mengunjungi Arab Saudi. Selain bertemu dengan Pangeran Mohammed, yang dikenal sebagai MBS, dia diperkirakan akan bertemu dengan Wakil Menteri Pertahanan Khalid bin Salman, lapor kantor berita Associated Press, mengutip dua pejabat yang berbicara dengan syarat anonim.
Kunjungan tersebut mewakili keterlibatan berkelanjutan antara pemerintahan Biden dan MBS menyusul kritik bahwa Washington tidak mengambil sikap yang cukup kuat terhadap putra mahkota setelah laporan intelijen AS yang dipublikasikan pada Februari secara langsung mengaitkannya dengan pembunuhan jurnalis Washington Post dan kritikus Saudi Jamal Khashoggi.
Pemerintahan Biden, yang telah menjanjikan kebijakan luar negeri yang mengutamakan hak asasi manusia, menghadapi kritik lebih lanjut karena menyambut MBS untuk pertemuan tingkat tinggi di Washington DC pada bulan Juli.
Keterlibatan tersebut dilansir merupakan bagian dari tekad yang lebih luas bahwa mengakhiri konflik tujuh tahun di Yaman, yang dimulai ketika Houtsi mengambil alih Sanaa dan menggulingkan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional pada tahun 2014, tidak dapat dicapai tanpa melibatkan pertemuan langsung dengan para pejabat penting Saudi, kata pemerintahan Biden kepada kantor berita Associated Press.
Riyadh melakukan intervensi di Yaman pada tahun 2015, memimpin koalisi melawan Houtsi yang terkait dengan Iran yang mencakup Uni Emirat Arab, serta dukungan dari Amerika Serikat dan Inggris.
Pemerintahan Biden sejak itu menghentikan dukungan militer untuk perang yang dipimpin Arab Saudi, yang telah menyebabkan bencana kemanusiaan di negara termiskin di kawasan itu. Namun, pemerintah tetap selaras dengan Riyadh, dan mengatakan akan terus memberikan bantuan militer untuk pertahanan kerajaan.
Kelompok hak asasi mengatakan kedua belah pihak telah melakukan pelanggaran dalam pertempuran tersebut. Badan pangan PBB pekan lalu memperingatkan bahwa 16 juta orang di negara itu saat ini “menuju kelaparan”.
Sullivan dikirim saat Houtsi melanjutkan serangan mereka di kota Maarib, benteng terakhir pemerintah yang didukung Arab Saudi di utara negara yang kaya minyak itu.
Utusan khusus PBB yang baru ditunjuk untuk Yaman, Hans Grundberg, baru-baru ini menyatakan bahwa negara itu “terjebak dalam keadaan perang yang tidak terbatas”, dan memperingatkan bahwa negosiasi untuk mengakhiri konflik lebih dari enam tahun tidak akan mudah.
Pejabat Gedung Putih berharap penunjukan Grundberg akan membawa dinamika baru dan memberi tekanan pada semua pihak untuk mengakhiri konflik, kata dua pejabat senior pemerintah kepada AP.
Pada Senin (27/9), juru bicara Dewan Keamanan Nasional Emily Horne mengkonfirmasi bahwa Sullivan akan melakukan perjalanan ke Riyadh dan juga akan mengunjungi UEA. Dia akan didampingi oleh Koordinator Dewan Keamanan Nasional Timur Tengah dan Afrika Utara Brett McGurk dan Utusan Khusus AS untuk Yaman Tim Lenderking.
Lenderking sebelumnya telah melakukan perjalanan ke Arab Saudi dan Oman untuk mendesak diakhirinya perang.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengadakan pembicaraan dengan anggota rekannya dari Dewan Kerjasama Teluk di sela-sela Sidang Umum PBB. (Althaf/arrahmah.com)