MANILA (arrahmah) – Rencana penarikan para pemantau perdamaian Malaysia di Filipina selatan yang kacau itu dapat melemahkan gencatan senjata dan memicu perang baru, kata seorang gerilyawan senior Muslim, Rabu (23/4).
Mohagher Iqbal, ketua tim perunding Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan seorang anggota komite sentralnya , mengatakan pengumuman penting itu dapat memiliki dampak besar. “MILF sebagai satu organisasi revolusioner akan meneruskan agenda kami, terutama memperkuat kelompok kami,” katanya kepada AFP melalui telepon dari pangkalannya di Filipina selatan.
“Saya tidak ingin membuat satu skenario yang suram , tetapi penarikan tim pemantau Internasional Malaysia memberikan satu tanda sangat penting kepada siapapun,” katanya.
“Kami membebankan tanggung jawab penuh pada pemerintah atas aksi kekerasan yang mungkin terjadi sebagai akibat keraguan mereka,” kata Iqbal.
Kendatipun MILF masih menghormati gencatan senjata, Iqbal mengatakan mereka siap menggagalkan setiap serangan militer. Pemerintah Malaysia, Senin mengatakan mereka akan menarik para pemantau perdamaiannya dari Mindanao September karena perundingan perdamaian macet.
Tim itu berada di Mindanao sejak tahun 2004 sebagai bagian dari tim Pemantau Internasional , yang juga termasuk Libia, Brunei, Kanada, dan Jepang.
Tim itu bertugas memantau pelanggaran gencatan senjata antara pasukan pemerintah dan MILF, dan di masa lalu berhasil mencegah peningkatan ketegangan-ketegangan menjadi konfrontasi-konfrontasi yang mereda.
Iqbal mengatakan kehadiran para pemantau Malaysia itu berhasil membuat permusuhan itu berada dekat titik nol dan apabila mereka pergi, ada beberapa masalah di lapangan.
Pembantu utama Presiden Gloria Macapagal Arroyo, Eduardo Ermita, Rabu (23/4) mengatakan, mereka menunggu pemberitahuan resmi. Akan tetapi Ermita mengakui penarikan itu karena Malaysia menilai tidak ada penyelesaian oleh kedua pihak untuk menandatangani satu perjanjian perdamaian.
Perundingan perdamaian, yang dimulai setelah gencatan senjata yang ditandatangani tahun 2003, terhenti Desember, menyangkut tidak adanya kesepakatan tentang kekuasaan ekonomi atas apa yang disebut tanah leluhur
yang MILF klaim atas dasar sejarah. Pemerintah sebelumnya menyetujui daerah yang tercakup, tetapi kemudian mengajukan masalah-masalah konstitusional, yang berakibat penangguhan itu.
MILF melakukan pemberontakan sejak tahun 1978, dalam salah satu pemberontakan terlama di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang. [fad/miol]