Oleh : Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia)
(Arrahmah.com) – Pasca beberapa waktu yang silam, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap satu orang di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. AP alias G alias D ditangkap pukul 15.30, Jumat 11 Mei 2012, hari-hari ini Surabaya digegerkan lagi oleh perburuan terduga teroris. Densus 88 Anti Teror menangkap 2 orang terduga pelaku teroris, di Surabaya, Senin (20/1) malam. Dua terduga teroris di Surabaya itu bernama Isnaini Ramdhani dan Abdul Majid. Terduga teroris ditangkap di sebuah SPBU kawasan Kedung Cowek, tanpa perlawanan, meski sempat melarikan diri dari sergapan polisi.
Kepala Kepolisian Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Unggung Cahyono mengatakan, sejumlah tempat hiburan dan pos-pos polisi, diduga akan menjadi sasaran aksi terorisme dari kedua orang yang ditangkap.
Unggung Cahyono mengatakan, “Sasarannya di pos-pos, pos-pos kita, pos polisi. Sempat melarikan diri, sudah kita ikuti mulai tadi (Minggu) malam, jadi ransel ini sudah dibawa mulai tadi malam sebetulnya, kita ikuti terus mulai tadi malam, maka tadi (Senin) pagi kita laksanakan evaluasi dengan Densus di Polda, baru tadi kita laksanakan penangkapan malam hari.”
Unggung Cahyono mengatakan, hasil penggeledahan di rumah terduga pelaku teroris di jalan Tanah Merah Sayur 1 Nomor 14, polisi menemukan 2 bom rakitan, bendera jihad warna hitam bertuliskan huruf Arab, tas punggung, tiga buah HP, charger, baterai, timer dari jam digital, rangkaian elektronik berupa saklar dan transistor, lampu LED 5 buah, sumbu api 1 plastik, paku panjang 5 cm dan sejumlah barang bukti lainnya.
Perburuan terorisme di negeri ini nampaknya tidak pernah berujung. Seolah ada hubungan mutualisme antara persemaian calon-calon terduga terorisme dengan para pemburunya atas nama negara (Densus 88). Entah bagaimana mengurai benang kusut campur aduknya jejaring terduga teroris dengan operasi rekayasa intelijen sebagai legitimasi war on terrorism.
Sulit untuk tidak dikatakan bahwa selalu ada proses 5i (infiltrasi, provokasi, radikalisasi, aksi dan stigmatisasi) dalam setiap kasus dugaan teroris. Karena terduga teroris ternyata banyak dari latar belakang kelompok muda yang baru semangat mengkaji islam dan ikut sebentar dalam aktifitas salah satu komunitas islam. Termasuk terduga teroris yang ada di Surabaya pada Senin kemarin (20 Januari 2014).
Beberapa hal yang mengindikasikan adanya operasi 5i atas kasus penggerebekan terduga teroris di Surabaya tersebut antara lain :
Pertama, profilling dua orang yang ditangkap sebagai terduga teroris itu pernah aktif di JAT sebentar dan keluar. JAT sebagaimana hasil Musrenbang Polda Jatim beberapa tahun yang lalu ditetapkan sebagai lembaga/organisasi yang perlu diwaspadai di Jawa Timur. Dan JAT sendiri sebenarnya tidak menggunakan jalan teror sebagai metode perjuangan. Tetapi biasanya dalam kasus ini, JAT selalu akan dikaitkan.
Kedua, keluarnya kedua orang terduga teroris dari JAT lalu terindikasi terkait dengan jaringan Poso sulit diprediksikan apa-apa saja yang menjadi agenda terselubung kedua terduga teroris. Apalagi belakangan diketahui bahwa salah satu dari terduga teroris -Abdul Majid- berlatar belakang abangan dan bahkan ada yang menjadi menantu seorang polisi.
Ketiga, temuan rangkaian bom pipa dengan panjang 20 cm dan diameter 5 cm berisi paku, timer, serta lem pipa selalu menjadi barang bukti yang sangat mudah untuk mengklaim mereka sedang merencanakan bom di beberapa sasaran sebagaimana yang diopinikan. Tentu berbeda perlakuan antara temuan bom dinamit untuk meledakkan terumbu karang yang biasanya dipakai para nelayan liar. Atau rangkaian bom yang biasa dipakai oleh para kontraktor untuk menghancurkan sebuah gedung bangunan yang tidak dipakai. Ada semacam modus sekaligus pola justifikasi sebuah kelompok terduga teroris diduga akan melakukan aksi pengeboman dengan temuan barang-barang bukti tersebut. Tanpa mencoba mengidentifikasi secara jeli dan detail bagaimana proses keberadaan barang bukti itu sampai ke tangan terduga teroris. Benar-benar barang bawaan terduga teroris atau barang titipan disadari atau tidak disadari.
Keempat, justifikasi atas bendera atau buku berjudul Jihad sebagai modus dugaan teroris benar-benar sebuah stigmatisasi over dossis. Seolah ada upaya sistematis melalui momentum dugaan teroris untuk menganulir sekaligus mengaborsi Jihad sebagai salah satu ajaran Islam yang agung. Benar-benar upaya sistematis mendiskreditkan Islam.
Kelima, sepintas rangkaian atau rentetan peristiwa terorisme mulai dari sebelum idul fithri, saat idul fihri yang lalu sampai dengan kejadian penangkapan terduga teroris baru-baru ini di Surabaya mengesankan begitu optimal dan sistematis kinerja polisi menangani persoalan terorisme. Tetapi bagi orang yang terbiasa memahami fakta konspiratif maka rangkaian peristiwa terorisme tersebut seolah menggambarkan paduan peristiwa yang menguatkan sebuah opini tertentu -war on terrorism- yang sejatinya berujung pada -war on Islam-.
Kedua terduga teroris di Surabaya akan dibawa pada proses pengadilan untuk membuktikan benar tidaknya dugaan tindak terorisme yang dialamatkan. Kita semua diharapkan bisa sabar menunggu hasil keputusan sidang pengadilan di tengah merebaknya mafioso pengadilan. Semangat penindakkan rangkaian kejadian terorisme mengindikasikan nafsu yang besar untuk memangkas komunitas-komunitas pejuang Islam. Atas nama menghapuskan segala bentuk ancaman yang membahayakan keberadaan dan keberlangsungan negeri ini yang ditopang oleh 4 pilar negara. Yakni 4 pilar negara yang sarat dengan jargon tapi kering dengan substansi karena terbuka lebar-lebar ruang interpretasi. Seperti terkesan membela 4 pilar negara sekaligus juga di saat yang sama mengkhianatinya. Contohnya proses kronologis terjadinya liberalisasi kontitusi kita -UUD 1945-. Saat ini yang menjadi sasaran bidik JAT. Ke depan komunitas pejuang islam yang dianggap lebih berbahaya dari JAT. Penting mengingat Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’alla :
“Jika kalian sabar, rela menerima musibah dan tetap taat kepada Allah, maka tipu daya mereka tdak akan membahayakan kalian sedikitpun. Allah mengetahui secara rinci apa yang mereka lakukan.” [QS Ali ‘Imrân/3:120]. Wallahu a’lam bis showab.(arrahmah.com)