YERUSALEM TIMUR (Arrahmah.id) – Pemukim “Israel” mulai menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa selama hari raya Yahudi Rosh Hashanah pada Ahad (17/9/2023) di bawah perlindungan ketat militer “Israel”.
Pasukan “Israel” secara paksa mengusir warga Palestina dari halaman masjid untuk memberi jalan bagi sejumlah pemukim Yahudi dan menangkap setidaknya tiga warga Palestina karena melakukan perlawanan.
Selain itu, sejumlah besar tentara “Israel” dikerahkan di halaman kompleks dan di gerbang Masjid Al-Aqsa itu sendiri, serta di sekitar pintu masuk ke Kota Tua di Yerusalem Timur yang diduduki.
Para tentara dilaporkan mencegah warga Palestina berusia di bawah 50 tahun memasuki kompleks Al-Aqsa.
Serangan Ahad (17/9) di Al-Aqsa terjadi setelah kelompok pemukim ekstremis menyerukan penyerbuan besar-besaran terhadap masjid oleh orang-orang Yahudi yang hendak melaksanakan ibadah di tempat suci Islam, sebuah tindakan yang dianggap ilegal, pada hari terakhir Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi.
The Temple Movement di “Israel” percaya bahwa Al-Aqsa adalah situs Kuil Sulaiman kuno dan terus mendorong “Israel” untuk menegaskan kedaulatan penuh atas situs suci Islam, yang juga merupakan simbol identitas Palestina.
Setiap upaya “Israel” untuk mengklaim kedaulatan atas Al-Aqsa dan mengizinkan ritual Yahudi di sana akan menjadi hasutan besar dan hampir pasti mengarah pada kekerasan yang meluas dan mungkin belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, serangan semacam itu semakin meningkat belakangan ini, terutama dengan bangkitnya kelompok ekstrem kanan “Israel” dalam arus utama kancah politik yang memproklamirkan diri sebagai negara Yahudi.
Beberapa menteri sayap kanan di pemerintahan koalisi Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu mengidentifikasi diri dengan gerakan ini, terutama Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang mengambil bagian dalam serangan yang dikutuk secara internasional ke Al-Aqsa awal tahun ini.
Wakaf Islam, otoritas yang dikelola Yordania yang bertanggung jawab atas situs suci tersebut, telah berulang kali menyerukan intervensi internasional untuk mencegah serangan tersebut, yang dipandang sebagai tantangan langsung terhadap status quo situs suci tersebut dan sebuah penghinaan terhadap sentimen umat Islam di seluruh dunia. (zarahamala/arrahmah.id)