JERICHO (Arrahmah.id) – Seorang penggembala Palestina berusia 70 tahun menjadi sasaran penyerangan pada Sabtu (11/2/2023) oleh pemukim “Israel” saat dia menggembalakan dombanya di Tepi Barat yang diduduki, kata seorang aktivis.
Tiga pemukim secara fisik menyerang pria itu di padang rumput dekat kota Jericho, kata aktivis hak Badui Hasan Mleihat seperti dikutip oleh kantor berita resmi Palestina WAFA.
Dia disuruh meninggalkan daerah itu dengan todongan senjata, kata Mleihat.
Itu terjadi di tengah meningkatnya kekerasan oleh pasukan “Israel” dan pemukim di Tepi Barat.
Awal bulan ini, pasukan “Israel” membunuh lima warga Palestina dalam serangan di kamp pengungsi Aqabat Jabr dekat Jericho, sebuah kota kuno yang merupakan tujuan populer bagi para turis.
Penduduk kamp Mohammad Kharshan mengatakan pasukan “Israel” memasuki Aqabat Jabr pada pukul 3 pagi dan “mengepung sebuah rumah di tengah tembakan”.
“Saya terbangun oleh suara tembakan yang berlangsung selama hampir satu jam, tetapi tidak berani keluar sampai pasukan pendudukan mundur setelah matahari terbit,” katanya kepada TNA.
Dia mengatakan ada “noda darah di jalan dekat rumah”.
Bulan lalu dilaporkan bahwa pemukim “Israel” telah menyerang sekelompok pejalan kaki di utara Jericho, menggunakan gas air mata dan pentungan dan menyebabkan patah tulang dan luka bakar di wajah.
Video di media sosial menunjukkan para pemukim merangsek dengan liar ke arah para pejalan kaki, berteriak dalam bahasa Ibrani dan Arab, sambil berkata: “Saya akan mematahkan tangan Anda – saya akan mematahkan kepala Anda.”
Tak satu pun dari pejalan kaki menanggapi dengan kekerasan meskipun serangan berulang kali.
Seorang warga negara Italia dalam kelompok tersebut mengalami patah tulang di lengannya akibat pukulan salah satu pemukim.
Sepanjang tahun ini, 45 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan dan pemukim “Israel” di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, menurut penghitungan oleh The New Arab.
Hampir 150 warga Palestina tewas di wilayah itu pada 2022, menjadikannya tahun paling mematikan sejak 2004, menurut kelompok HAM terkemuka “Israel” B’Tselem. (zarahamala/arrahmah.id)