Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Sungguh miris, dua orang tewas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, setelah mengoplos kecubung dengan alkohol dan obat-obatan. Meskipun sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihun, nyawa keduanya tak tertolong. Menurut Direktur RSJ Sambang Lihun Yudi Riswandhy, fenomena mabuk kecubung di Banjarmasin merupakan masalah serius. Saat ini pihaknya sedang merawat 35 pasien lainnya yang diduga mengonsumsi kecubung.
Diberitakan bahwa para pasien tersebut alami gangguan mental dengan kondisi bervariasi dari ringan hingga akut. Kebanyakan pasien belum bisa diajak komunikasi secara normal, dampak dari mabuk kecubung membuatnya berhalusinasi. Kepala Kepolisian Resort Kota Banjarmasin Kombes Cuncun Kurniadi menjelaskan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi kecubung karena dapat menyebabkan gangguan mental.
Sementara Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalimantan Selatan Bigjen Pol Wisnu Andayana mengatakan, kecubung termasuk dalam golongan zat psikotropika baru, mengandung alkoholid yang merupakan senyawa alcohol. Efeknya bisa membuat orang kehilangan kesadaran. Meskipun kebahayaan mengonsumsi kecubung ini belum diatur oleh undang-undang khususnya dari Menteri Kesehatan. (Kompas.com, 10 Juli 2024)
Rusaknya Generasi Akibat Lemahnya Sistem
Fenomena mabuk kecubung yang menggegerkan ini, menunjukkan ada disorientasi pada diri generasi muda. Tanpa pemikiran mendalam tentang salah dan benar, hal di luar nalar pun sanggup mereka lakukan. Diawali rasa penasaran, ikut-ikutan teman sebaya, atau upaya menghilangkan kepenatan dalam menghadapi masalah yang sedang dialami, barang berbahaya seperti miras oplosan dan buah kecubung menjadi solusi.
Perilaku tersebut menunjukkan pula generasi yang memiliki mental lemah disebabkan oleh cara pandang yang keliru dalam memahami hidup dan tujuannya. Hal ini berkaitan erat dengan peran keluarga, di mana keluarga yang sudah semestinya menjadi sekolah pertama bagi anak tak memiliki kemampuan membentuk mereka menjadi pribadi yang kuat secara fisik dan mental. Baik kemampuan dalam penguatan akidah maupun sosial. Sehingga, mereka sangat mudah terbawa arus pergaulan yang salah sebab pondasi agama tidak hadir dalam kehidupannya. Begitu juga peran atau kontrol masyarakat yang tidak berlaku sepenuhnya saat ini, ketika ada perilaku yang melanggar baik norma agama ataupun norma yang berlaku di masyarakat, justru abai dengan alasan tidak mau turut campur.
Ditambah lagi hilangnya peran negara yang justru membuat keadaan remaja semakin parah. Negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya mengurus rakyat, salah satunya dengan memberlakukan sistem pendidikan berbasis kapitalisme. Di mana remaja hanya diajarkan kemampuan secara akademik tanpa dibekali keahlian khusus dan nilai-nilai agama. Mereka didorong untuk menjadi mesin-mesin pencetak uang tanpa bekal yang mumpuni. Maka tak heran, output pendidikan tersebut selain bertujuan mencapai kebahagiaan materi, kerusakan moral pun mudah terjadi. Banyak dari mereka justru menjadi generasi labil yang tujuan hidupnya sekadar mencari uang dan kesenangan. Ketika tidak tercapai, mereka mencari pelarian pada aktivitas kemaksiatan dan tindak kriminal.
Inilah gambaran dimana generasi berada dalam rangkulan kapitalisme sekuler. Generasi yang harusnya hadir sebagai sosok yang sehat, kuat, cerdas, tangguh, pelopor peradaban gemilang, perlahan dan pasti menjadi generasi terpuruk, lemah secara fisik dan mental.
Islam Solusi Paripurna
Islam bukan sekadar agama ritual semata, melainkan memiliki seperangkat aturan kehidupan yang mampu menyelesaikan problemtika secara tuntas. Solusi nyata dan paripurna terkait berbagai persoalan yang berada di tengah-tengah kehidupan dengan menerapkan syariat Islam kafah pada level individu, masyarakat, dan negara.
Adanya generasi lemah menyiratkan kebutuhan akan pembinaan akidah dan moral adalah perkara yang urgen, butuh support sistem yang bisa bersinergi mewujudkan kekokohan akidah dan moral tersebut baik dari keluarga, masyarakat, dan negara.
Dalam Islam, keluarga memiliki peran sangat penting untuk membina generasi dan membentuk perilaku yang salih. Orang tua sebagai sekolah pertama akan menanamkan akidah Islam sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan. Sehingga terbentuk pribadi yang taat dan takut pada Allah. Sehingga anak akan sadar dan memahami mana perilaku yang baik dan buruk. Mana yang halal dan haram.
Selanjutnya masyarakat yang akan menjalankan perannya dengan aktif dalam mencegah perbuatan atau aktivitas yang melanggar syariat. Kontrol dalam masyarakat memiliki pengaruh besar dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Sehingga akan mampu meminimalisir terjadinya tindak kenakalan yang dilakukan remaja. Rasulullah saw; bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya, jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Begitu juga negara yang melaksanakan kewajibannya melindungi masyarakat dengan membina generasi di bawah payung penerapan sistem pendidikan yang berbasis syariat Islam. Bukan hanya ilmu-ilmu duniawi yang diajarkan, lebih dari itu generasi akan dibekali dengan nafsiyah yang mendalam sehingga mampu membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Sejarah mencatat peradaban Islam yang gemilang telah melahirkan banyak generasi cerdas, kuat, berani, tangguh, dan menjadi agen peradaban Islam yang luar biasa, di antaranya: pertama, Mush’ab bin Umair seorang pemuda yang cerdas, kaya, tampan, dan terhormat di Makkah. Ia rela meninggalkan segala kemewahannya ketika cahaya Islam datang dan memeluk lubuk hatinya. Mush’ab menjadi duta pertama dalam sejarah Islam untuk menyebarkan dakwah Islam ke Madinah. Rasulullah memintanya untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada penduduk Madinah. Atas izin Allah, dakwah Islam berkembang pesat melalui strategi dakwahnya.
Kedua, Ali bin Abi Thalib, ia tumbuh menjadi pemuda yang matang juga visioner dan berperan penuh dalam dakwah Islam. Kisah yang paling masyhur adalah ketika Ali menggantikan posisi tidur Rasulullah saat beliau berangkat hijrah ke Madinah, padahal resikonya adalah mati syahid. Ali juga menyertai Rasulullah saat perang Uhud, perang Badar, dan hampir semua perang lainnya. Ketiga, Zaid bin Tsabit, sahabat Nabi yang memiliki kecerdasan luar biasa sejak kecil. Di usianya yang belia ia menjadi sekretarisnya Rasulullah, penulis wahyu Allah, dan penerjemah surat-surat Nabi. Keempat, Usamah bin Zaid bin Tsabit, ia merupakan sosok panglima Islam termuda sekaligus panglima terakhir yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah. Usamah mulai memimpin perang pada usia 18 tahun. Di bawah asuhan ibundanya Ummu Aiman, Usamah tumbuh menjadi pemuda yang memahami nilai-nilai jihad, perjuangan, dan kepemimpinan. Kelima, Muhammad Al-Fatih, merupakan putra dari Sultan Murad II sosok pemimpin Utsmaniyah. Ia menginginkan Al-Fatih untuk menjadi pemimpin yang kuat dan mempersiapkannya untuk mengambil alih kepemimpinan. Ayahnya mengirim guru-guru untuk mendidik putranya, salah satu gurunya yakni Muhammad Syamsuddin bin Hamzah mempengaruhinya untuk menaklukkan Konstatinopel, sehingga Al-Fatih berhasil menaklukkannya melalui perjuangan, kesungguhan, dan bekal keyakinan yang kuat.
Sungguh luar biasa teladan dari generasi yang hidup dalam naungan Islam, generasi yang sejatinya memiliki peran strategis membangun sebuah peradaban. Di tangannya ada kekuatan besar menegakkan nilai-nilai ideologis yang mampu menjadikan mereka sosok pemuda taat beragama. Perbuatan mubah saja tak akan mereka lakukan, apalagi melakukan hal yang melanggar syariat seperti mabuk, narkoba, berjudi, dan lainnya, sebab mereka yakin dan sadar perbuatan tersebut merugikan. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panahadalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah 90)
Oleh karena itu, negara hadir bukan sekadar membina dan memberi fasilitas pendidikan kepada masyarakat, akan tetapi negara pun akan memberikan sanksi tegas yang menjerakan. Bagi pelaku pelanggaran syariat, seperti mabuk, dalam Islam akan mendapat hukuman 80 kali deraan. Tujuannya sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi lagi. Demikianlah mekanisme Islam dalam menjauhkan masyarakat dari segala sesuatu yang bisa merusak akal, baik berupa minuman beralkohol, narkoba ataupun zat-zat adiktif lainnya yang membahayakan dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sehingga keselamatan bagi seluruh umat akan terwujud.
Wallahua’alam bish shawab